Senin, 26 Desember 2016

Calc.

When we grow apart, it’s destiny
It’s just how it was supposed to be
But I know that I’m not strong enough to accept that so easily
Each and every single answer that comes my way
Are sold at too high a price for me to pay
They rob me of the courage to leave it all and move on

The song that I once sang and gave to you
is now just a sad love song, overplayed a time or two
Let the wind flow in and blow it away
Back to that time, that summer day when I fell in love with you

When we draw near each other, it’s destiny too
The way it’s supposed to unfold, through and through
If I could convince myself it was meant to be,
maybe I wouldn’t feel so alone
Each and every single answer that comes my way
Have way too many hypocrisies to say
They erase the path that I need to take to the other side

If the past and future both decide to disappear
Do you think that then I’d be finally free
If I could pick one emotion to do away with at last
If I picked my love for you would I be able to go back

If I could one day hear every song that you heard
Breathe everything you breathed, feel everything you felt
If I could be your eyes and see the world like you did
Then maybe I could love you the way I’ve always wanted to


Source : https://furahasekai.net/2015/03/02/nano-%E3%83%8A%E3%83%8E-calc-piano-live-version-lyrics-indonesian-translation/

Rabu, 23 November 2016

Mengurangi C6H12O6 (Karbohidrat)

Mungkin aku mengerti mengapa mereka yang sedang bersedih dan pikirannya dipenuhi oleh kegalauan dan duka lebih sering tidak nafsu makan atau pola makannya menjadi tidak teratur. Asumsi yang ku dapatkan atas pengalaman ku sendiri adalah karena dengan mengurangi karbohidrat maka otak akan mengurangi aktivitasnya, yaitu berpikir. Dengan begitu, seseorang yang sedang bimbang, berduka, atau dirundung kegalauan akan berkurang sejenak pikirannya atas masalah yang mereka hadapi. Asumsi ini bisa jadi salah karena setiap individu memiliki pendapat yang berbeda.

Tapi, mengurangi konsumsi karbohidrat dalam jangka waktu tertentu bukanlah jaminan untuk menghilangkan perasaan sedih, duka, ataupun masalah yang sedang dihadapi. Hal ini hanyalah ungkapan atau pelampiasan emosi seseorang atas permasalahan hidup yang tengah dihadapi. Perlu di ingat bahwa pola hidup yang tidak baik seperti mengurangi karbohidrat tanpa pola yang tepat akan menimbulkan masalah baru bagi kesehatan fisik seseorang. Perlu bagi individu yang tengah mengurangi karbohidrat karena sebab alasan dirundung masalah untuk memikirkan kemungkinan munculnya masalah baru terkait tubuhnya karena pola hidup tak sehat hanya karena kesedihan oleh sebab suatu masalah.

Singkatnya, berpikirlah lebih jauh atas tindakan yang dilakukan ketika menghadapi masalah. Jangan sampai hanya karena ingin melampiaskan emosi yang tidak beraturan atau tanpa berpikir lebih lanjut mengenai masalah yang dihadapi malah menimbulkan masalah baru bagi anda.


“Setiap orang memiliki sakit dalam hidupnya, tapi mereka memiliki cara masing-masing untuk menghadapinya.”

Senin, 21 November 2016

“Bolehkah aku berbisik rindu pada angin yang mungkin melalui mu?”

Ku pandangi ruang obrolan yang sudah berulangkali ku kosongkan agar tak ada kesempatan bagi ku untuk berulang membaca isinya. Keadaan ku yang tak sekuat sebelumnya untuk tetap menunggu mu membuat ku putus asa untuk tetap menanti hadirnya sua dari mu. Ku intip sekali lagi... bahkan isyarat kau telah membacanya pun tak ada. Apa sebaiknya aku sudahi dan menuju baringan yang menjadi tempat persembunyian ku dari rindu pada mu? Rasa punggung ku kian nyeri, tapi ku tahan untuk tetap menulis ini.

Laki-laki yang saat ini selalu membuat ku ingin menutup mata, menghapus bayang masa lalu yang terus menghantui, dan meninggalkan sesal seumur hidup yang tak kan mampu lagi tuk ku tebus. Pagi ini ku temukan detik waktu yang membiarkan mata kita bertemu. Aku ingin mencurinya lagi, meski tanpa kata yang melibatkan kita dalam sebuah percakapan. Pernah sebelumnya aku merasakan arti tatapan mu yang lembut dan senyaman dulu. Bahagia tentu dan eurofia itu tak dapat ku pungkiri. Iya, berhari-hari aku merasakan eurofia atas tatapan mu itu. Mungkin saja aku salah memaknainya, tapi hati ku terlalu bahagia untuk bisa menolak apa yang mungkin diperkirakan oleh otak ku. Jiwa mu yang ku rasa ingin berada pada hadir ku. Aku tak menolak, hanya saja aku seakan tak bisa membiarkan mu ada atau menarik mu ada dalam ruang itu. Aku penuh bimbang jika itu berkaitan dengan mu. Kadang aku tak hentinya menggerutu kenapa tak hentinya bayang mu muncul dalam benak ku dan ntah apa itu (antara hati atau pikiran ku) yang berseru untuk mengusir mu. Terkadang aku membiarkan nostalgia pada masa lalu itu berjalan dan kemudian aku sadar dengan luka yang telah ku buat sendiri dan rasa takut ku yang begitu besar untuk mengakibatkan kerusakan lebih fatal yang berhubugan dengan mu. “Bunuh aku.” Mungkin itu singkat kata dan deskripsi tegas atas apa yang ku rasa kala itu. “Oh Dewa, kapan pula dia kan membalas jawab ku..” Aku masih menunggu pemberitahuan itu datang dari mu.

Lama angan ku berputar untuk teguh tak menegur mu, ntah itu sapa maya maupun nyata. Terkadang terkuras pula perasaan ini atas apa yang bisa dan tak bisa ku lakukan untuk dirimu. Rumit, adalah kata yang bisa menjelaskan ku dalam satu detik. “Tuhan, aku berharap dia selalu dalam perlindungan mu dan merasa bahagia atas dunia yang melingkupinya.”

Raga ku tak bisa menunggu lebih lama, jika tak bisa maka tak ada lagi yang bisa ku kata. Aku hanya mencoba apa yang selama beberapa waktu ini ku tahan. Mungkin jelas salah, tapi perasaan ku berkata masih ada waktu yang mengizinkan ku bersama mu. Meski jelas ku pikir itu mustahil, tapi harap itu selalu berteman dengan air mata ku. Dosa ku tentu berat dan kenangan itu akan selalu ku jaga meski itu tak pantas lagi untuk disandingkan bersama mu. Tak ada kata yang baik dan lebih baik yang bisa ku ucapkan. Dua hal yang tak hentinya hati dan bibir ku berbisik, hanya maaf dan terimakasih.

Kamis, 03 November 2016

Salah ku..

Apa yang ada pada ku rasanya tak pernah benar. Kelahiran ku dan kehadiran ku, apa hingga kematian ku nanti pun adalah sebuah kesalahan? Lalu dimanakah seharusnya keberadaan ku ini ada? Aku kalut, tak punya arah, tak punya pijakan, sandaran, dan tumpuan. Salah ku menjauh secara perlahan dari jalan yang Ia gariskan. Menjauh dari apa yang seharusnya ku lakukan. Salah ku menghilangkan jati diri ku, memudarkannya secara perlahan hingga disaat aku seharusnya bisa betindak, aku tak punya keberanian, tak punya alasan, bahkan tujuan dari apapun yang harusnya aku bisa. Aku salah, benar-benar salah dan yang tersisa hanya penyesalan. Penyesalan yang takkan merubah apapun, penyesalan yang takkan ada gunanya jika hanya terus berdiam dalam lingkaran ketakutan. Dalam tawa yang mereka lihat atau lazimnya sikap ku yang mereka rasa, aku bukan lah apa-apa. Aku penipu, pemanipulasi, pembohong, terhina. Tak ada ruang dan tempat yang bisa menerima keberadaan ku. Sungguh aku ingin pergi. Sungguh, aku benar-benar ingin pergi.

Belum lama, bahkan terlalu sering hingga sekarang terasa puncaknya. Dia, laki-laki yang pernah memberikan ku kepercayaannya yang berharga. Kepercayaan bak intan yang tak ternilai harganya di jagad manapun. Aku dengan ego manusia ku yang dia dan aku benci juga, adalah penyebab utama dari kehancuran ini. Tak ada yang bisa aku pikirkan, ku jelaskan, ku katakan, dan ku rasakan. Sesal ini begitu menyiksa ku hingga aku benar-benar ingin pergi. Meski tak ada tujuan yang ku persiapkan, aku hanya ingin pergi jauh darinya bahkan bisa lenyap dalam kehidupannya baik itu di masa lalu, saat ini, dan nanti. Aku pernah memohon kepada Tuhan untuk memberikan keberuntungan ku. Sekarang aku berpikir perlahan keberuntungan ku mulai lenyap, tapi setelah ku pikir lagi, ini adalah karma dari perbuatan ku yang tak bisa merasakan sakit dari orang lain atas perbuatan ku. Memahami apa yang ada, mungkin sekarang saatnya aku kembali pada jalan yang seharusnya. Rasanya berat ketika ingin melangkah, tapi aku tahu kemana tepatnya aku harus berjalan.

Perasaan ini lebih dari sekedar kalut, mengambang, bak asap yang hanya membumbung mengikuti arah angin, lenyap tanpa diketahui tapi terasa sakitnya dalam paru. Aku hanya berusaha menepis semua kegalauan ini. Terkadang aku ingin meneteskan air mata, tapi sakit di dada ini membuat air mata itu begitu sulit dikeluarkan. Aku tak bisa membahasakannya dengan kata-kata. Perasaan sesal yang tiada tara, dada yang sakit seperti tertindih beban berat, air mata yang bagaikan luka tersumbat yang menyiksa. Tak ada yang bisa ku katakan lagi. Ku pikir mungkin dengan menulis ini perasaan ku bisa cukup tenang. Untuk beberapa hari ke depan aku ada ujian di kampus, jadi aku berusaha keras untuk bisa membuat pikiran ku fokus. Ujian tadi sudah ku lewati dengan benar-benar bodoh. Esok tak boleh lagi, tak boleh, dan benar-benar tak boleh.

Aku ingin menemui guru ku dan teman ku, yang pernah begitu menyayangi ku dan membanggakan ku. Harap besar ku, aku masih diterima, dimaafkan, dan tidak diacuhkan. Memulai memang selalu membuat ku takut. Tapi aku terlalu kesal untuk tidak mencobanya sama sekali. Demi orang yang ku sayang, demi orang yang ku cinta, dan demi mereka yang pernah dan masih menyayangi dan mencintai ku bahkan tanpa ku keteahui, ku harap esok adalah awal langkah ku untuk membalas semua kebaikan kalian. Ku harap esok adalah langkah yang membuat ku kemabali menjadi baik dan membawa ku ke arah yang lebih baik lagi. 
Aku tak menginginkan piala atau penghargaan atas perbuatan ku, aku hanya ingin terus bersama mereka yang ku sayangi dan bisa membalas perlakuan mereka yang menyayangiku. Mungkin aku hanya bisa berkata-kata, tapi setelah ini aku akan berusaha lebih keras lagi untuk tidak sekedar kata-kata. 

“Ren, andai kamu membaca ini.. aku menyesal tapi merasa tak pantas untuk meminta maaf. Aku bukan orang baik, apalagi ketika dirundung masalah yang bertubi seperti ini. Kamu tahu bahwa aku pernah berlari? Hingga sekarang aku masih berlari dari semua masalah itu. Aku ingin menangis tapi tak bisa. 
Ren, aku benar-benar menyesal. Aku harap kamu baik-baik saja dan tetap merasakan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup mu.”

Senin, 24 Oktober 2016

Entah


Tak ada kata yang bisa ku katakan dan serupa dengan itu pun isak ku tak bisa menyeruak kembali. Perih yang ditahan dan rasa yang diibunuh. Akankah itu menjadi sebuah kesalahan yang lain? Dua mata ku memang tak normal, tapi benarkah yang lainnya serupa dengan itu? Aku ingin berangkat untuk mengetahuinya, tapi aku tak bisa. Masih berjuang tuk melawan meski tak jelas apa yang ku lawan dan apa yang ku tahan. Rasanya aku ingin lenyap, dari apapun yang disebut keberadaan dan dari kapan pun saat itu ada. Menghujani bumi dengan segala bentuk emosi dan membumbungkan segala angan pada langit luas. Aku tak berpijak pada bumi maupun menggantung di angkasa. Aku hanya mengapung diantara bumi dan langit. Menatap sekeliling, merasakan angin yang berhembus, menikmati segala rasa yang ada dalam atmosfer kehidupan, menerka kejadian yang bisa terjadi bersamaan. Dengan memejamkan mata dan berfokus pada satu hal. Menahan nafas. Hembuskan. Akankah hembusan itu terjadi bersamaan pada hampir semua manusia yang ada di bumi? Ketika memikirkannya aku mulai menerka ada berapa banyak manusia yang menjadikan detik itu sebagai hembusan nafasnya yang terakhir, ada berapa banyak manusia yang berjuang hidup didetik itu, ada berapa manusia yang baru memulai menghembuskan nafasnya di dunia, ada berapa banyak manusia yang mengalami ketakutan, merasakan ketidaknyamanan, merasa di luar batasan, kebahagian, suka ria tak terhingga, dan menangis sendiri dalam hiruk pikuk kehidupan yang terus berjalan. Seakan ku bercermin pada apapun yang ada di hadapan ku, tapi pandangan ku tak ku biarkan berada disana. Begitu sulit untuk terus berpikir ketika dada ini sesak saat merasakannya. Tapi aku selalu bersyukur ketika apapun rasa yang terjadi pada ku. Aku bersyukur bisa merasakannya sehingga aku pun tahu mengapa ada orang lain di luar sana yang melakukan hal-hal tak lazim atau pun terlalu lazim karena perasaan-perasaan itu. Bunuh diri karena tak kuat menjalani hidup, membunuh saingan cinta hanya karena api cemburu, mengkonsumsi narkoba karena depresi, memakan bagian tubuhnya sendiri, membantai anggota keluarganya, dan membakar atau mengubur dirinya sendiri hidup-hidup. Waw, apa itu terdengar mengerikan? Selain itu aku tentu pernah merasakan suka cita dan cinta. Ketika seluruh dunia rasanya hanya milik ku dan dirinya sehingga kami pun bebas untuk melakukan apapun. Seakan segala yang ada pada ku akan ku berikan untuknya. Apapun yang ku bisa akan ku lakukan hanya untuknya. Setiap waktu yang ku punya hanya untuk bersamanya. Segala hal yang ku lakukan adalah atas namanya. Terlalu lazim bukan? Ya, begitulah yang ku rasakan sejauh aku hidup. Melewati masa-masa sulit dan juga indah. Pernahkah terpikir bahwa semua ini adil dan akan selalu selaras atau sebanding dengan apa yang sudah dan akan kita rasakan? Semua tergantung pada diri masing-masing. Seberapa kekuatan yang kamu punya, bagaimana kamu bersyukur, seberapa kuat kamu yakin atas segala hal yang diberikan kepada mu, serta seberapa kuat keyakinan mu akan semua itu. Aku selalu percaya apa yang ku yakini adalah hal yang akan menjadi milik ku. Tak percaya? Cobalah untuk menemukan jawaban itu sendiri.

Kini aku berada di bagian bawah roda kehidupan, tanpa siapapun yang ku rasa bisa membuat ku merasa lebih baik. Aku diam dan berusaha berpikir, tapi sepertinya aku lebih banyak menghabiskan waktu ku untuk tertidur dan membiarkan pikiran ku kosong. Setiap manusia memiliki caranya sendiri untuk mengatasi rasa sakit yang dimilikinya. Aku ingin terbaring diatas padang rumput dan menatap langit, tak peduli itu siang ataupun malam. Aku ingin menyatu dengan suasana saat itu. Ku harap aku masih memiliki waktu untuk menikmatinya. Pergi mungkin berarti sakit bagi yang ditinggalkan, tapi pergi itu juga berarti sebuah harapan bahwa akan bertemu lagi. Tak peduli pada ruang dan waktu yang akan mempertemukannya kembali. Ketika keyakinan itu kuat maka itulah yang akan terjadi. Hanya mampu berbicara melalui doa dan harapan serta keyakinan yang menguatkan mereka.


Kita akan bertemu lagi.

Sabtu, 22 Oktober 2016

Tak Terjelaskan


            Rasa ini berbuat semaunya dan aku adalah manusia yang siap tersiksa karena ulahnya. Bayangan masa lalu itu ku biarkan melekat dan mengikuti ku hampir sepanjang waktu. Ada rasa bahagia yang diikuti sayatan pedang disetiap detik bayangan itu singgah. Aku pasrah dengan keberadaannya yang diikuti oleh ingin ku tuk mengenang. Tak ada yang bisa ku jelaskan dan hanya air mata ini yang selalu ku biarkan mengalir seadanya. Dari dekapan waktu yang tak diketahui siapapun serta ruang yang mungkin tak terpikirkan, aku berusaha untuk mengeluarkan segala rasa yang hanya bisa terwujud dalam tangis. Terkadang isak ku sulit tuk terhenti hingga mata sembab pun tak bisa ku hindari. Mashocist yang ku derita nampaknya memang benar adanya. Rasa ingin berlari namun terjatuh berkali-kali. Seakan tak tahu arti dari luka dan mengerti arti untuk diam dan berhenti. Angin yang berhembus menyibakkan rambut ku yang selalu ku biarkan terurai. Hanya rambut ini yang selalu ku andalkan untuk menutupi rasa malu pada rupa ku yang tak pantas. Aku menyukai mata dan tatapan yang melekat padanya, tapi terkadang rasa benci begitu merajai ku atas mata dan tatapan ku sendiri. Ini kian sulit ketika aku berusaha memikirkannya, mencari solusi, ataupun menjalaninya. Terlalu rumit tuk ku pahami dan terasa berat tuk ku hadapi sendiri. Tapi aku selalu berusaha berada pada pijakan setiap orang yang ku kenal, bahkan berpijak pada tempat yang sama dengan mereka yang hanya dalam terkaan. “Setiap orang mempunyai bebannya sendiri, dan mereka punya cara masing-masing untuk menghadapinya.” Lemah yang terkadang ku banggakan dan kemudian ku tujukan untuk mendapatkan perhatian. “Hina.” Entah siapa yang akan tahu bahwa aku begitu membenci diriku sendiri yang begitu hina. Bahkan terlalu banyak masa lalu yang ingin ku benahi tapi tak ada cara bagi ku untuk menebusnya karena kehinaan yang telah ku lakukan dan hina itu seakan tak mudah dilepaskan.

            Ya, aku merindukannya. Desah nafasnya tak bisa ku ingat lagi. Tapi keberadaannya disekitar ku masih terasa dan begitu ingin tetap ku rasa. Berada dalam pandangannya dan merasakan sentuhannya, mungkin itu nafsu tapi tak ada gairah atau getaran berat yang melanda jantung ku waktu itu. Aku benar-benar meraskan kenyamanan itu karena kelembutannya yang tulus ku rasa. Tak ada yang tahu dan sepantasnya begitu. Dia yang tak ingin mengumbar, dan serupa dengan ku yang tak ingin dia malu atau reputasinya yang terjatuh hanya karena ada nama ku dalam hidupnya. Penyesalan yang tak ada akhir diikuti banyak kata tak pasti yang tak terjelaskan. Aku ingin berteriak hingga suara ini tak terdengar. Isak ku kini kian berat, serasa air mata ku telah mengering dan begitu sulit untuk meneteskannya lagi. Riak ku yang berbicara sendiri. “Kamu nyiksa dirimu sendiri.” Tanpa perlu bertanya, aku seakan tahu apa yang akan ia katakan dan aku tahu apa yang dirasakannya. Sungguh, aku juga ingin keberadaan ku benar-benar lenyap dalam hidup mu. Untuk saat ini aku berusaha untuk tak mengambil serta berhenti mengambil jalan yang sama dengan mu. Adapun jalan yang tak bisa ku tinggalkan dimana kamu juga ada disana, aku pun tak punya kuasa atas hal tersebut. Ketahuilah bahwa pernah aku berpikir mimpi mu yang bulat itu pernah menjadi mimpi ku yang berukuran setengah lebih. Rasanya mimpi itu kian membesar seiring keberadaan mu. Tapi kali ini ku rasa semua sudah menguap dalam wadah yang tak terjelaskan. Pernah ku pikir untuk memadatkannya dan mencoba menyamakannya dengan milik mu. Tapi akhir-akhir ini aku merasa tak bisa, aku tak bisa melihat diri ku berada pada jalan yang sama dimana kamu ada. Aku tahu kamu begitu lelah, begitu keras berjuang untuk segala hal yang kamu inginkan, begitu ingin menikmati hal yang kamu cintai, begitu mencintai apa yang bagi mu adalah benar dan baik. Betapa kejinya aku yang sudah mengetahui semua itu namun tetap berada pada cara yang dapat menyakiti mu. Sulit untuk bisa melepaskan segalanya dan sering ingin ku untuk kembali dituntun dan dibarengi oleh hadir mu. Terimakasih, semua tentang mu kali ini memberi ku sinyal bahwa aku benar-benar bukanlah hal yang bisa dan pantas untuk berada dalam cerita mu. Keras ku berharap jalan yang kita lalui bersama ini akan segera berakhir, meski terkadang aku ingin berpikir bahwa kamu tak sebegitu membenci ku. Tapi mengingat apa yang telah ku lakukan membuatku menampar diri untuk sadar atas apa yang terjadi. Rasanya banyak kata yang ingin ku katakan, tapi ya begitulah.. Kata-kata itu tak bisa terjelaskan.

Selagi ada yang bisa ku lakukan dan ku pikir itu adalah baik untuk mu, maka akan selalu ku usahakan. Jika yang ku lakukan salah, ku harap hal baik tetap berlaku untuk mu. Izinkan aku untuk masih menyebut nama mu dalam tangis dan kemalangan ku. Jika waktunya tapat dan aku sudah pantas, izinkan aku mengatakan dua kata untuk mu. “Maaf” dan “Terimakasih”.

Rabu, 28 September 2016

"Tolong.. Bicaralah.."

Jika waktu itu adalah hal terbaik yang kamu beri, aku berharap.. aku tak sehina itu di mata mu sehingga kamu relakan waktu mu yang berharga untuk gadis yang tak punya apa-apa.

Kata maaf yang tak hentinya menyeru dalam benak, serta kata terimakasih yang sulit terucap. Dua kata yang penting, tapi tak tahu mana yang harus benar-benar terucap. Pikiran ini hanya mendoktrin kata maaf, tapi hati ini menangis untuk mengucapkan terimakasih yang tulus.

Kamu.. nama mu yang tak mudah untuk diucapkan sejak itu dan hingga kini. Perasaan ku yang sulit terlepas dari keberadaan mu yang diilusikan waktu. Bayang yang lewat, waktu yang berlalu, perasan yang tak menentu, ku harap itu memang bukan palsu. Meski ingin mendapatkan kata itu dari mu, tapi aku tahu betapa melelahkannya dirimu menanggapi ku.

Aku ingin berseru dan menangis di depan mu agar kamu tahu bahwa aku begitu sulit. Tapi, selayaknya kamu yang tak tahu keberadaan ku setelah itu, begitupun juga aku yang tak tahu lagi tentang mu setelah itu. Sempat ku berpikir untuk kembali seperti dulu. Tapi aku takut, terlalu takut untuk memulai, terlalu takut bahwa itu salah, terlalu takut bahwa kamu tak menginginkannya, terlalu takut kamu telah membenci ku, terlalu takut membayangkan bahwa kamu tak ingin dunia mu diisi oleh ku, terlalu takut akan semakin banyak penyesalan yang ada. Aku terlalu takut, terlalu takut untuk mengatakan semuanya. Berharap kamu tahu, berharap kamu memberiku jawaban atas pertanyaan yang tak bisa ku ungkap. Rasanya begitu dekat tapi terhalang ilusi. Ntah ilusi apa yang menenggelamkan ruang yang seharusnya ada.

... bisakah aku menjadikan mu tempat yang nyaman lagi untuk ku?
.. masih ingatkah kau berjanji untuk tak menginggalkan ku? Aku tak tahu malu, setelah apa yang ku lakukan aku masih berharap janji mu. Aku tak merendahkan mu dan selalu yakin bahwa keberadaan mu adalah benar seperti yang ku pikir dan semua itu adalah hal baik tentang mu.
.. bicaralah pada ku.
Tolong, hancurkan kelam yang ada pada ku.
Ku mohon..
Jangan tinggalkan aku sendiri..
Meski kecewa mu tak terbayang oleh ku, tapi ku mohon..
Jangan tinggalkan aku sendiri dan membenci ku, seperti janji mu..

Bicaralah..

Senin, 19 September 2016

"Terimakasih"

            “Aku cuma bisa dapat 8”
            Ren mengawasi ku dari jauh, “itu sudah lebih dari cukup”
           Di tepi pantai yang selalu kami kunjungi, merasakan hembusan angin dan menikmati desiran ombak adalah kebiasaan kami. Namun cukup berbeda untuk kali ini. Kami mengumpulkan kerang yang memiliki corak warna biru dan meninggalkan jejak jantung bila dihempaskan ke pasir. Apa itu hal yang aneh? Mungkin tidak untuk kami.
            “Kamu gak kepanasan?”, Ren menghampiri ku dan membentuk bayangan yang menjatuhi ku.
            “Mm, lumayan”
            Untuk beberapa saat aku merasa kehilangan massa badan ku. Tanpa bisa memikirkan apa yang terjadi, aku terhuyung di atas pasir pantai yang terpapar sinar terik matahari.
            Ren sedikit lambat menyadari keadaan ku hingga aku pun terjatuh pingsan. Dengan sigap setelah mendapati kesadarannya, Ren pun menggendongku dan membawa ku tempat yang sejuk dibawah pohon.
“Seharusnya kamu gak maksain diri kalo emang gak kuat”
Dari sisa kesadaran yang ada aku dapat merasakan desah nafas Ren yang begitu berat setelah menggendongku. Dalam hati aku hanya bisa berbisik maaf untuk Ren dan semoga dia akan baik-baik saja. Tanpa memikirkan keadaan ku kala itu, aku lebih memikirkan keadaan Ren setelah menggendong ku. Bukan maksud ku untuk menilai Ren sebagai laki-laki yang lemah hanya karena menggendong ku. Tapi, keadaan Ren saaat itu tidak memungkinkan dia untuk bekerja berat, seperti menggendongku misalnya.
Dalam keadaan terbaring aku berusaha untuk mengatur nafas ku. Aku ingin memastikan keadaan Ren dan tak ingin membuatnya khawatir. Saat aku berusaha untuk mengembalikan keadaan ku, aku merasakan sentuhan Ren diseluruh wajah ku. Ren mengusapi seluruh wajah ku yang berkeringat dan menyingkirkan helaian rambut ku yang lengket. Aku ingin melihat tatapan Ren, tapi rasanya aku sendiri belum bisa membuka mata ku. Tangan Ren membenahi baju ku yang berantakan karena terjatuh tadi. Itu kali pertama aku merasakan sentuhan orang lain selain keluarga ku, yang begitu lembut merawat ku. Aku benar-benar merasa nyaman dan tidak keberatan jika itu adalah Ren.
Berbaring diatas pangkuan Ren, terlihat seperti aku yang manja pada laki-laki yang harusnya bisa ku manjakan. Aku begitu lemah dan bodoh untuk bersikap yang seharusnya pada laki-laki. Tapi lebih dari itu aku merasakan tanggung jawab Ren atas diri ku, yang ingin menjaga ku dan menyangi ku seperti yang ia bisa. Apalagi yang lebih baik dari itu ketika yang dibicarakan adalah tentang keberadaan laki-laki dan perempuan di dunia fana ini?
Ren, seharusnya aku berterimakasih untuk itu kan?
Kesejukan senja mulai menghampiri dan jingga pun mulai bermunculan dari persembunyiaannya. Hangat yang sejuk, indah dan ingin dikenang. Mungkin itulah yang aku rasakan kala itu ketika aku sudah mendapatkan kendali atas diri ku sendiri.
“Gak apa-apa cuma 8?”, aku dan Ren duduk bersebelahan menatap langit jingga di atas berugak beratap ilalang yang ada di tepi pantai.
“Iya, malah seharusnya kamu gak perlu ngelakuin itu.”
Ren menatap kudengan tatapan yang tak bisa ku definisikan. Tatapan Ren kala itu begitu berbeda dari yang biasanya ia tunjukkan untuk ku. Hati ku tiba-tiba terasa membeku, seakan ditahan benda berat dan dada ku menjadi begitu sesak.
Ren berdiri dihadapan ku ketika aku mulai berdiri, “Kita pulang.”
“Mm”
Tanpa sadar aku merasakan suhu badan Ren, merasakan dekapannya dan mendengarkan detak jantungnya. Mata ku terpejam hanyut dalam hangatnya pelukan Ren. Tak ada yang bisa ku pikirkan ataupun ingin ku lakukan. Dalam pelukan Ren aku terdiam, menikmati aroma tubuh yang sudah membuat ku terbiasa, mendengarkan irama detak jantung yang tak pernah ku dengar sebelumnya, merasakan kesejukan alam yang menyelinap diantara pelukan Ren yang hangat, merasakan tatapan langit yang tajam atas keberadaan kami dibawah kolongnya. Aku bahagia.. aku bahagia.. aku bahagia... Aku bersyukur atas segala hal yang telah membiarkan ku merasakan ini, bersyukur atas keberuntungan yang diberikan kepada ku, bersyukur atas kehadiran Ren dalam hidup ku, bersyukur menjadi aku yang seperti ini.

Ren, seharusnya aku bisa mengucapkan terimakasih secara langsung untuk mu dengan benar kan?

Kamis, 15 September 2016

Kita Berdua


Hanya kita, yang tahu arti tatapan itu
Hanya kita, yang tahu makna lambaian tangan itu
Hanya kita, yang tahu keberadaan cerita itu
Hanya kita..

Hanya kita berdua.

Kamis, 01 September 2016

Angin

Pembawa pesan yang tak pasti namun selalu menjadi andalan untuk mereka yang tak punya kekuatan.


Diatas tanah tempat ku tumbuh dan berkembang menjadi gadis yang masih berada dalam prakiraan, disini aku selalu mengandalkan mu. Tak terhitung berapa pesan yang telah ku kirimkan dan tanpa peduli itu tersampaikan. Aku penuh dengan kesedihan dan aku telah meminta untuk bisa terus menangis seumur hidupku karena ku rasa aku tak bisa hidup tanpa tetesan-tetesan air mata yang sepenuhnya mewakili perasaan ku. Cinta yang tak terbantah dan terlukai dengan kehadiran harapan ku itu hanya bisa ku persembahkan maaf. Tanpa kekuatan aku ingin menitip pesan..
“Teruslah menjadi lebih baik.. Aku yakin kau (kalian) baik disana dan jika kau (kalian) dalam keadaan tak baik maka aku pun yakin ada tempat dan waktu (serta seseorang) yang mampu membuat kau (kalian) lebih baik. Apapun yang terjadi adalah hal terbaik yang diberikan Tuhan, tak peduli seburuk apapun itu dimata dunia. Bila waktu kita masih ada, pasti ada tempat disana untuk kita bertemu.”

Angin.. bawalah selalu pesan ku kemanapun kau berhembus. Mungkin di jalan yang kau lalui akan ada dia yang menjadi penerimanya dan ada mereka yang mengharapkan sedikit semangat ku yang bisa jadi akan berguna.

Selasa, 09 Agustus 2016

Utuh

Ketika hati tak bisa menjaga setiap bagiannya agar tetap utuh, apa dia harus menyerah untuk bagian yang rapuh atau memperkuatnya agar tetap menjadi utuh?

Bila bertanya pada diri maka akan ada banyak jawaban yang kesemuanya adalah penjabaran dari masing-masing pernyataan positif dan negatif. Mereka yang buta pasti akan sulit ketika harus menentukan apa yang positif dan apa yang negatif. Sebagai manusia yang berumat maka kita tahu bahwa ada dua dunia, yaitu dunia saat kita hidup dan dunia setelah kita hidup atau dengan kata lain saat kita meninggalkan dunia saat kita hidup. Hati, apa dia sungguh bisa berkata? Jika hati benar berbicara tentu saja otak juga sudah berbicara. Untuk selanjutnya hati kita sebut nurani dan otak kita sebut logika. Dari keduanya manakah yang paling berpengaruh? Pagi ini saya cukup memberikan bekas pada ingatan saya tentang kata “hubungan” dan “pengaruh”. Dua kata itu diucapkan oleh dosen pembahas pada seminar proposal yang saya hadiri pagi ini. Jika pikiran saya masih berjalan lurus maka yang saya sampaikan ini adalah benar hal yang saya pikirkan.

Berbicara soal nurani mungkin masih banyak yang bingung atau mungkin hanya saya yang bingung. Mungkin sebaiknya saya hanya berbicara tentang diri saya sendiri. Sejak lama saya menghadapi masalah tersendiri dalam diri saya, yaitu kesulitan saya yang tidak bisa membedakan mana yang kata nurani dan mana yang kata logika. Yang pernah saya percaya bahwa yang pertama terucap adalah kata nurani. Tapi tak jarang juga bahwa kata pertama yang muncul adalah kata logika. Lalu bagaimana membedakan keduanya? Saya masih belum tahu jawabannya dan maaf, sejak siang tadi kepala saya sakit dan mungkin bisa dibilang pusing juga (curhat). Jadi saya akan mempersingkat tulisan saya kali ini.

Hati, bila kau tercipta begitu rapuh dan tak cukup kuat untuk selalu bertahan, aku mohon untuk teruslah yakin bahwa setiap dari bagian diri mu dan jauh lebih luas dari mu tercipta dari keberuntungan yang telah digariskan Tuhan. Meski keyakinan mu tak sekuat apa yang seharusnya ataupun apa yang bisa kau pikirkan, tapi tetaplah yakin pada keyakinan yang ada pada saat ini. Cerita kita memang akan selalu berubah seiring dengan berubahnya kita dari jalur yang seharusnya. Dan siapa yang tahu jalurr kita seharusnya ada dimana? Hanya Tuhan. Tetaplah utuh menjadi satu dan jangan ragu pada keyakinan mu. Bila ada pada bagian mu yang rapuh dan tak mampu untuk kau pertahankan, maka tinggalkanlah. Tapi sebelum itu kau lakukan, pastikan kau telah memberikan segala yang kau bisa untuk mempertahankannya.

Hati, meski kau tak sebesar yang dipikirkan atau tak setegar yang diharapkan, tetaplah kamu menjadi utuh sebagaimana mestinya. Memang tak ada yang bisa menjadi pegangan mu, maka jadilah hebat dengan kemandirian mu. Hidup memang tak seperti kematian yang damai. Itulah yang kita tahu. Tapi selama kematian itu belum mendatangi kita, nikmatilah hidup yang saat ini kita jalani. Meski sulit, pasti ada waktunya nanti semua ini begitu memberi arti.

Mencintai yang kita pikir milik orang lain dan kemudian berusaha tegar menjauhinya demi kebahagiaan orang-orang yang kita cintai. Membatasi lingkaran mu pada orang-orang yang dipikir disanggupi, apa itu benar?


Hati, jadilah utuh..

Jumat, 05 Agustus 2016

Freeze Time


“.. I got all I need when I got you and I, I look around me and see a sweet life, I’m stuck in the dark but you’re my flashlight, You getting me getting me through the night..”
“Hai, Vi!” Ren membuyarkan lagu ku.
“Oh, ayolah Ren.. Haruskah kamu selalu hadir disaat suara indah ku memenuhi dunia?” Aku mencabut kedua earphone dari telinga ku dan meletakkannya di meja.
Ren tersenyum geli dan menghampiri ku yang merajuk di ranjang, “Ohisashiburi ne..”
What?!”, aku belum begitu menguasai bahasa Jepang dan tentu saja itu berlaku sebaliknya bagi Ren.
Ren adalah segalanya bagi ku. Dia adalah teman, sahabat, musuh, saudara, orang asing, guru, orang tua, bahkan pacar, dan selingkuhan. Aneh kan? Begitulah kenyataan yang ku rasakan kapan pun aku bersama atau pun terpisah dengan Ren. Waktu yang kami lalui bersama tak bisa dikatakan sedikit maupun banyak, tapi kami merasa mengenal satu sama lain lebih baik dari mereka yang ada disekitar kami. Kepercayaan yang menjadi dasar hubungan kami dan pengkhianatan adalah larangan yang tak terdoktrin dan tak akan ada dalam perjalanan kami. Bersama melewati waktu yang berjalan, menapaki jejak pada bumi, dan sesekali menatap langit penuh kagum. Bukan hal mudah untuk kami terus bersama, tapi tak sulit juga bagi kami untuk saling berbagi. Dimanapun, kapanpun, dan apapun, selalu ada yang akan menjadi bagian dari kami.
Ren menatap langit-langit kamar ku, “udah lama kita gak natap bintang bareng.”
Sesaat aku melirik mata Ren dan kemudian ikut menatap langi-langit kamar ku yang dilapisi cat warna biru pucat.
“Mm, udah lama..” aku berbaring tanpa mengalihkan pandangan ku dan Ren pun melakukan hal yang sama.
“Bukannya bulan depan ada dark sky?”, tanya ku kegirangan setelah tersadar dengan hal yang ku lupakan.
Setelah menyadari sikap ku yang kegirangan seolah teringat akan hal yang harusnya tak ku lupakan, Ren kemudian menatap ku dengan tajam.
“Kamu melupakannya?”
Aku terdiam sejenak seolah tatapan Ren itu mengikat ku sejak pertama kali dia mengalihkan pandangannya dari langit-langit kamar ku.
“Hehe.. aku gak lupa kok, buktinya itu tadi aku sebut”
Ren menatap langit-langit lagi, “kamu gak berubah.”
Aku tak mengalihkan pandangan ku dari Ren. Perasaan yang ku miliki untuk Ren tak pernah bisa ku mengerti. Terkadang aku mengartikannya sebagai cinta, tapi tak jarang pula itu berarti kejahatan. Diawal pertemuan ku dengan Ren tujuan ku hanyalah untuk mencari hal istimewa darinya yang ku pikir akan berguna jika aku bisa mengenalnya lebih jauh. Dan sejak saat itu terlalu banyak hal yang mulai ku ketahui tentang Ren, hingga sekarang kami pun menjadi sedekat ini. Tak sedikit yang mengatakan bahwa kami bertemu untuk ditakdirkan bersama dan hati ku pun tak menolak hal itu. Tapi, kami berdua sama-sama tahu bahwa ada tembok besar yang menghalangi kami dan itu terlalu tinggi untuk bisa kami panjati untuk kemudian berdiri bersama dipuncaknya. Kami pun sama-sama tak ingin membahas apalagi menyinggung keberadaan tembok itu. Selama kami masih memiliki waktu bersama, kami ingin menikmatinya.
“Ren..”
Ren mengalihkan pandangannya pada ku.
“Apa Doraemon itu bisa diciptain di dunia nyata?” aku menatap langit-langit dengan hampa.
Ren melakukan hal yang sama, “Bisa jadi, tunggu abad ke-22”
“Apa kita bisa hidup sampai Doraemon itu ada?”
“Kita bisa hidup sebagai orang yang berbeda disaat itu tiba.”
Reinkarnasi. Itulah hal yang disinggung Ren dan aku tahu itu dengan baik. Kami belum pernah membahas hal itu dengan dalam, tapi aku merasa tahu itu cukup dalam. Terlahir kembali di dunia sebagai manusia adalah hal yang patut disyukuri oleh umat manusia, karena hasil perbuatan pada kehidupan sebelumnya tak selalu menjadikan manusia terlahir kembali sebagai manusia. Apa yang kita tanam, itulah yang kita petik. Begitulah sederhananya hukum karma yang berlaku di dunia. Aku dan Ren tak terlahir dari akar yang sama dan kami hidup dibesarkan dengan cara yang berbeda. Meski itu adalah hal yang wajar, tapi ketika itu menjadi topik pembicaraan kami maka itu akan menjadi kehancuran dari kebersamaan kami.
***
Well, tempat ini gak buruk.. Kamu emang gak bisa diragukan”, aku memuji Ren atas pilihannya untuk tempat kami berkemah menikmati fenomena dark sky yang terjadi malam ini.
“Api unggunnya udah siap. Kamu udah pake kaos kaki mu?” Ren cukup tahu banyak tentang ku, tak terkecuali dengan telapak kaki yang begitu sensitif dengan udara dingin.
Aku mengangkat sebelah kaki ku untuk menunjukkan kaki ku yang sudah terbalut kaos kaki blaster black-white.
Selagi Ren menyiapkan matras dan sebagainya di dalam tenda, aku berputar memandangi langit yang dipenuhi jutaan bintang yang berkilau. Aku mencoba mengingat kembali kapan kali pertama aku begitu mencintai langit dan segala hal tentangnya. Tapi itu terasa mustahil karena untuk beberapa alasan, aku mulai melupakan banyak hal yang seharusnya tak mudah untuk dilupakan.
“Tempat ini cukup jauh dari kota dan sepertinya disini gak terlalu ada polusi cahaya yang bisa mengurangi view dark sky.”
Ren memberikan ku secangkir teh hangat dan tanpa berpikir akupun langsung meminumnya.
Aku sadar teh yang diberikan Ren adalah ocha (teh hijau Jepang) dan aku cukup membencinya karena rasanya yang pahit, “Ocha?! Haruskah??”
Ren tersenyum tipis tanpa memandang ku, “Jangan banyak protes.”
Tanpa berkata lebih lagi, aku memilih berusaha untuk menikmati ocha sembari menatap bintang sebagai pemanisnya.
Sejak aku sadar aku mencintai langit dan segala hal tentangnya, aku begitu menginginkan saat-saat seperti ini. Menatap jutaan bintang sambil berbaring diatas hamparan rumput luas bersama seseorang yang begitu mengerti dan memahami siapa aku. Dan sekarang aku bersama Ren, seseorang yang tak mudah untuk ku jelaskan tapi begitu berarti. Aku sangat bersyukur atas segala waktu dan banyak hal tentang kami yang dituliskan Tuhan dalam hidup kami. Jika aku diberikan satu permintaan dalam hidup ku, aku hanya ingin selalu bersama dengan orang-orang yang ku sayang.
“Ren, kimi ga suki.”
Oremo daisuki dayo.”

Dibawah langit yang teramat indah ini, yang lukisannya tak selalu bisa ditangkap mata, sela jemari kami saling terisi satu sama lain. Sejauh ini tak ada yang berjalan dengan mulus ataupun berjalan dengan jauh dari prediksi. Aku dan Ren merasa mengendalikan waktu dengan cukup baik dan aku berharap kami bisa membekukan waktu indah kebersamaan kami ini selama yang kami inginkan. Jika keberuntungan ini masih milik kami, maka tak ada harapan lain selain kebersamaan kami.

Kamis, 04 Agustus 2016

空の下

“Ren, apa ini harus terjadi sama kita?”

Ren menggenggam tangan ku lebih erat, “Tak ada yang bisa kita sesali jika akhirnya begini dan dari awal ini sudah ada diprediksi kita kan? Perasaan yang kita miliki begitu membahagiakan dan kita sudah berjanji untuk menikmatinya hingga akhir kan?”

Aku tenggelam dalam dekapan Ren dan menikmati irama denyut jantungnya yang indah. Tak ada lagi yang ingin aku katakan atas apa yang terjadi, yang ku inginkan hanya waktu yang lebih lama untuk ku bersama dengan Ren.

Di bawah langit malam bertahtakan bintang-bintang, beralaskan rumput yang beriringan menari diterpa angin. Disinilah aku dan Ren yang terduduk mencoba untuk saling menguatkan meski masing-masing dari kami merasakaan rapuh atas kenyataan yang tak terbantahkan. Usia kami  baru beranjak menuju dunia yang lebih rumit, tapi kami juga ingin menikmati indahnya cerita yang disuarakan dunia. Kami bukan apa-apa di bawah bintang-bintang, meski terlihat kecil tapi mereka begitu besar disana dan begitu jauh untuk diraih. Mereka saksi atas kerapuhan kami yang tak bisa lari dari kenyataan. 

Setiap insan dunia tercipta dari kasih dan cinta oleh Sang Kuasa, mereka pun terlahir, hidup, dan mati dengan cinta. Bagi ku definisi cinta ialah tak terbatas, tergantung pada siapa yang mendefinisikan dan menjadikannya pusat dari pemikiran. Aku bukanlah gadis yang dipenuhi keistimewaan, tak berparas jelita, tak pula berlogika tinggi ataupun berakhlak mulia, aku hanya gadis biasa yang dipenuhi imajinasi dan mimpi-mimpi. Mencintai langit dengan segala kagum, tapi tak berusaha mengenal langit lebih jauh. Sama halnya dengan aku yang begitu mengagumi Ren, tapi tak berusaha untuk memahaminya lebih jauh. Apa ini hukuman atas usaha ku yang tak berjalan?

“Vi..”, Ren berlutut di depan ku dan menatap ku dalam-dalam.
“Ore ga suki, honto ni suki dayo.”

Aku tak kuasa lagi menahan air mata yang sedari tadi telah ku bendung. Tangis ku pecah dalam dekapan Ren dan aku merasakan getaran tubuh ku yang tak terkendali karena perasaan sesak atas kenyataan yang tak bisa ku terima. Aku menyukai Ren, mengagumi Ren, menyangi Ren, dan selalu ingin bersama dengan Ren. Mengapa rasa yang begitu berarti ini harus bisa ku lepaskan, bahkan ketika itu adalah untuk seorang yang benar-benar ingin ku jadikan tujuan dari perasaan ini? Mengapa kesempurnaannya tak bisa ku miliki disaat aku telah mendapatkan hatinya? Pikiran dangkal ku seolah ingin mendominasi seluruh ruang pada otak ku, “takdir macam apa ini?!”

Ren memeluk ku lebih erat dan aku benar-benar merasakan kehangatan tubuh Ren yang menyangiku dan tak ingin melepaskan ku. Aku ingin membekukan waktu saat ini. Tak ada hal lain yang ku ingin selain bersama dengan Ren, rasanya dunia ini sudah tak ada artinya lagi jika kami tak bersama. Kami mungkin masihlah naif, tapi bukan kah inilah yang dirasakan oleh mereka yang begitu saling menyangi dan tak ingin dipisahkan?

It’s talk about faith and related own relation with God. Can you see there are some right way with the problem of us? Yeah, certainly. Our religions is different and we know there is a way to break up the different. Then you will know that we have our own princip of our life each other. So, did you think it was easy? It’s no way. Please reset your mindset, if you want to give the solve.

Selasa, 19 Juli 2016

"He alwasy be the best (mine)"

あなたのベスト フレンド


“...tolong respon saya”
“Iya, kamu itu...”

Hampir tak ada pintaku yang tak kau penuhi, hampir tak ada pula niat baik ku yang tak kau terima meski sekarang cerita ini sudah berakhir. Baik itu untuk mu dan terasa sakit di awal permulaan ku. Meski begitu apapun itu kan ku lawan demi kawan terbaik yang pernah ku dapatkan. Aku ingin merengek seperti yang biasa ku lakukan, tapi aku tahu kau lelah dengan kekanak-kanakan ku itu. Meski terkadang aku menyebut mu begitu di depan orang lain, tapi di masa kala aku bercerita itu hanya akulah yang menjadi satu-satunya yang tahu bahwa kau yang terbaik. Tutur mu, sikap mu, pikiran mu, dan hampir segalanya yang membuat ku lelah untuk berpikir adalah sumber inspirasi ku dan terbaik bagi ku. Melalui tulisan yang tak bisa ku nyatakan dalam satu kata dan mungkin lewat gambar yang jua tak mampu menjelaskan fakta yang ku rasakan. Semoga inilah hal baik yang bisa ku lakukan untuk mengatakan pada dunia dan imajinasi ku sendiri bahwa kau adalah hal terbaik yang pernah ku dapat dan akan selalu begitu hingga akhir waktunya.
Aku tak merengek seperti yang biasa ku lakukan karena aku tahu kau lelah, memang begitulah faktanya. Perasaan yang terus berusaha ku singkirkan, mungkin itulah yang membuat ku merasa lebih baik jika begini karena aku tak mampu menjelaskannya jika harus terpaksa mengatakannya. Meski hal yang sekarang terjadi mungkin lebih buruk jika aku mengatakan ini sebelumnya, tapi aku tetap tak mampu dalam nyata. Akhir-akhir ini aku sangat senang dan tak bosan mendengarkan lagu “Suki” yang dinyanyikan oleh Kanayan. Sebelum aku tahu terjemahan lirik dari lagu itu, aku memang merasa bahwa lagu itu sangat cocok untuk ku saat ini dan ternyata memang benar. Aku terlalu takut untuk mengakuinya apalagi sampai mengatakannya. Terlalu lancang rasanya jika aku berani untuk mengatakannya. Aku mengenal mu lebih baik dari siapapun yang ada disana dan aku adalah bagian mu yang akan selalu ada disana. Karena segala tentang mu yang tak mampu ku lepaskan maka aku mengurung segala kebenaran tentang fakta itu dan tanpa sadar inilah akhir yang ku lakukan.
Pada hal besar yang menjadi pertikaian kita, tak mampu aku persalahkan dan tak ingin ku jelaskan. Aku hanya ingin kamu tahu apa yang aku pikirkan seperti saat kamu yang selalu dengan konyol memaksa ku untuk menonton video atau mendengarkan lagu yang juga kau sukai. Sama halnya dengan kau yang begitu, aku ingin kau tahu apa yang sedang dan akan ku pikirkan. Tapi tetap saja aku tak seperti kau yang bisa memaksa ku ataupun mengatakannya dengan mudah. Semakin besar rasanya jarak antara kita yang terhalang ilusi. Kau seperti bintang yang hanya dilihat oleh ku dan hanya milikku. Padahal nyatanya kau bukanlah milikku mesi kau adalah bintang yang memang ada disana. Apalagi yang bisa ku katakan jika semua yang ku tuliskan adalah benar?

Ruang dan waktu yang ada saat ini adalah diam mu yang memberi hampa pada ku. Telah aku katakan apa yang ingin ku katakan dan menjadi prioritas ku, meski tak ada respon dari mu dan aku hanya bisa berharap kau baik-baik saja dalam ruang yang tak bisa ku bayangkan maupun waktu yang tak bisa ku tembus. Seperti yang aku tahu dari cerita mu, maka aku yakin bahwa kau adalah baik disana dan meski tak baik kau selalu punya tempat baik yang tak akan membuat mu hampa. Dengan keyakinan aku bisa tenang dan asalkan aku yakin itu adalah baik, maka hanya hal baiklah yang akan terjadi. Meski hanya dalam bayang terkaan, pikiran yang tak terjelaskan, ruang yang tak tergapai, atau apapun yang tak benar-benar aku tahu,  aku yakin kau baik disana. Kau terbaik hingga hari ini dan akan selalu begitu. Bila nanti akan ada yang menandingi mu, aku tak akan pernah mengabaikan mu. Bintang ku yang tinggi, belahan (Gemini) yang melengkapi ku, idola yang menjadi sumber inspirasi, dan teman yang selalu ingin ku iringi, teruslah menjadi lebih baik. 

Jumat, 15 Juli 2016

Putih

“Sayang ...”
Awalnya canggung dan saya takut tapi seiring berjalannya waktu kamu gak mau ngebiarin itu berlanjut kan? Jadilah suasana kita hari ini gak canggung lagi. Terlalu mau sama kamu dan gak mau lepas dari kamu, mungkin itu sebabnya euforia ini gak bisa berhenti. Sama halnya dengan semua tentang mu yang gak pernah berhenti saya reka ulang dan tereka ulang dalam pikiran. Kyaaaaa sayang kamu.
Lagi-lagi kamu mau coba mainin perasaan saya ya? Pengen kesel, tapi saya malah senyum dan hampir ketawa baca chat mu. Aneh kan? Iya, saya hampir dan mau bertanya sebenarnya tentang chat mu tapi takut kebawa suasana efek ego yang gak bisa dikendaliin. Well, kalopun itu emang kebenarannya saya bisa apa? Saya pernah nyakitin kamu kan? Pasti. Jadi kalopun kamu nyakitin saya itu gak masalah, secara mental saya siap meski emosinya ntar mungkin bakal labil. Hehehe
Putih? Kenapa ya judul post ini putih? Saya juga cukup mikir tadi mau nulis apa dan ngasi judulnya apa dan saya kepikiran warna baju mu tadi, keinget kaca mata mu (warna framenya hitam sih, tapi kacanya bening kan? Dan saya tetep mikir “putih” hahaha), dan saya (lagi) suka warna putih, maka jadilah judul post ini “putih”. Putih itu campuran dari banyak warna dan kamu adalah orang yang bagi saya sudah dan masih serta saya harapin tetap ngasi saya banyak warna selama kita masih bersama ataupun terpisah nanti. Tapi gak peduli ruang dan waktu yang bakal misahin kita ntar, setiap kita pasti bawa kenangan masing-masing yang membekas kan? Jadi bagi saya selama kita masih bisa ngerasain itu maka akan selalu ada kata kita. Eaaaa hahaha. Kamu itu  segalanya buat saya. Dari sekedar temen bahkan pernah serasa jadi musuh, serasa sahabat yang aneh tapi baik juga diterima nasihatnya, pernah jadi pacar juga, dannn ntah apa lagi, yang jelas semuanya itu menyenangkan dan punya kesan masing-masing dan saya gak benar-benar nyesel atas semua itu. Sayang kamu (nama gak bisa disebut ya, kasian kamu hehehe).
Selalu dan tetap jadi lebih baik ya.. jangan sakit.. Selama atau sesaat apapun waktu yang kita punya, akan lebih baik kalo kita bareng kan? Aaa maafkan saya yang labil, tapi saya nulis ini tulus kok, sambil “horror” lagi (Hahaha).

Sayang kamu, mau selalu jadi milik kamu, dan berharap kamu selalu jadi milik saya..



Kamu yang terbaik dan kamu segalanya. Makasi (^v^)

Kamis, 14 Juli 2016

Langit ku

Mengagumi mu dari bawah sini, begitu membahagiakan dan tak terjelaskan. Banyak kata yang mungkin bisa saja digunakan, tapi.. rasanya tak pernah ada kata yang cukup dan pantas untuk menjelaskan segala hal yang ku rasakan.
Desah nafas menandakan kepasrahan akan hal yang tak ingin disebutkan. Bertahan. Mungkin kata itu cukup pantas untuk menjelaskan keadaan kita saat ini. Mungkin itu terdengar terbalik dari kenyataan kita yang sebenarnya, tapi maksud kata “Bertahan” itu bagi ku adalah.. masing-masing dari kita harus bertahan dengan apa yang masing-masing kita pegang. Tak peduli apakah setiap dari kita saling mengetahui ataupun tidak, tapi percayalah.. bila takdir adalah milik kita maka akan ada jalan untuk kita bersama. Mungkin bukan dikehidupan ini, tapi bisa saja dikehidupan selanjutnya atau sudah disaat sebelumnya. Dimensi waktu belumlah bisa kita lewati, tapi setiap kebersamaan kita adalah milik kita bukan? Jadi kapan pun itu aku pasti akan menikmatinya. Terlalu membahagiakan bahkan kadang sampai sulit ku ingat setiap detailnya. Saat ini semakin menyakitkan ketika bahkan waktu yang ada tak bisa mempersatukan kita. Apa yang harus kita lakukan jika segalanya tak bisa kita kendalikan? Bertahan. Kata itu ku rasa pantas.
Bermain dengan kata. Aku menyukainya. Meski tak banyak atau tak ada yang benar-benar mengerti bahwa aku begitu menyukai rangkaian kata yang bisa ku buat untuk orang-orang yang ku cintai, tak peduli apapun perasaan ku maka aku akan tetap merangkai kata demi kata.
Aku semau ku dan kau begitu tau itu. Sama seperti mu yang begitu mudah membaca ku, maka aku pun ingin seperti mu. Banyak hal yang bisa kita bagi, bahkan tanpa kita bagi kita sudah bisa memilikinya. Mungkin saat nanti setelah ini akan kita sebut perpisahan, tapi setelah sekian banyak meski dalam waktu terbatas, aku yakin disana masih ada waktu yang kita habiskan bersama dan bisa jadi akan semakin mempererat dari pada sebelumnya. Aku begitu menginginkan mu, karena seperti yang pernah ku bilang bahwa kau adalah idaman ku. Dari banyak khayalan dan impian yang ku buat, hampir semua ada pada mu. Tapi sekali lagi, tak semua bisa kita kendalikan. Walaupun ada keinginan yang bisa kita pertahankan, tapi tentu kita sama-sama tahu bahkan setiap orang yang kita kenalpun tau bahwa nanti akan ada waktu yang pasti akan memisahkan kita. Menyakitkan.
Ingin berada di pelukan mu, merasakan aroma tubuh mu, dan tentunya pelukan mu yang begitu menenangkan. Tentu, setelah ini tak akan ada lagi bukan? Bertahan. Aku yakin pelukan di jalan setapak sempit di pinggir pantai itu adalah pelukan terakhir kita yang cukup manis dan begitu membekas di pikiran ku. Sama seperti pelukan pertama kita, itu juga begitu manis hingga aku bisa menangis dan melukis senyum pada bibir ku yang tertahan. Begitu merindukan mu hingga tak ada lagi yang bisa ku pikirkan selain otak ku yang hanya bekerja untuk mengetikan setiap kata dalam tulisan ini.
Setelah ini aku ingin menjadi lebih berarti, menunjukan kelebihan ku untuk mu meski kau tak melihatnya. Tapi aku tetap tau bahwa yang ku lakukan adalah untuk mu. Harapan ku, kali ini aku tak akan mengecewakan mu dan semoga Tuhan mengizinkan ku untuk itu.

Terlalu mengagumi mu.. setiap warna yang kau hadirkan, setiap suasana yang kau ciptakan.. mata ku, hati ku, perasaan ku, pikiran ku.. segalanya begitu mengagumi mu. Tak ada kata yang lebih pantas ku rasa selain, aku mencintai mu.. Langit ku..

Selasa, 15 Maret 2016

Tak Semudah Saat Ia Datang


      Punya teman cowok yang over PD (percaya diri), siapa lagi kalau bukan Rendi. Emang sih postur badan oke, otak lumayan lah, asik, seru, walaupun kadang nge-krik sendiri. Tapi namanya manusia pasti ada saja kurangnya dan biarlah itu menjadi titik hitam yang tak perlu di ungkap secara gamblang. Rendi, yang mungkin banyak buat cewek mencoba untuk mengenal dia lebih jauh ternyata bisa juga kurang peka dengan sekitarnya. Tidak usah terlalu jauh memandang, lihat saja yang ada di sekitar. Senyum tulus tanpa rasa terpaksa yang senantiasa memperlihatkan wajah riang gembira meski di cela. Gadis imut yang selalu menampakkan wajah tak ada masalah, wajah yang selalu membiarkan senyum bahagia muncul secara alamiah seakan membuat orang yang memandangnya menilai bahwa ia adalah gadis periang yang di utus Tuhan untuk membagi kebahagian yang ia punya kepada semua orang yang ada disekitarnya. Tulus dan penyabar meski kadang ingin menentang tapi itulah Tita yang ku kenal, gadis tanpa masalah yang selalu ceria.
          “Aku gagah kan..”, pernyataan over  PD dari siapa lagi kalau bukan Rendi. Aku yang mendengar hanya tersenyum sinis ke arahnya seolah mengatakan bahwa aku amat tidak setuju. Tapi selepas dari itu secepat kilat aku bisa melihat seseorang yang ada di sudut keramaian memperhatikan Rendi dengan mata berbinar. Senyum tulus, itulah yang aku lihat dan aku tau alasannya.
          Cinta yang dipendam dan mungkin akan usang jika tak tertuang. Tapi bagaimana bisa terungkap jika pertanda adanya perasaan yang sama diantara dua insan belumlah menampak. Apa yang ada bisa saja tak terlihat, tapi mereka yang terlalu peduli akan selalu bisa melihat apa yang tak kasat menjadi amat jelas di depan mata.
          Gadis yang tulus, yang senantiasa membantu segala kesusahan yang dialami dan dihadapi Rendi. Gadis yang tak pernah menyerah memberi pertanda bahwa ia cinta, ia peduli, dan betapa ia ingin memiliki dan dimiliki oleh dia yang tak henti ada dalam penglihatannya. Rendi yang terlalu percaya diri  dan terlalu tidak peduli, masa bodoh dengan yang terjadi, asal ia tak rugi maka tak akan ada masalah baginya. Ketulusan yang diberi tak kunjung memberi arti hingga akhirnya kesakitan mulai merajai sisi gelap yang mulai hadir atas kesabaran yang terlalu meninggi dan tak membuahkan hasil.
          “Siapa ya yang mau jadi pacar aku? Bosen jadi jomblo”, nada merintih yang di buat-buat itu terlihat jelas dari mimik wajahnya. Rendi yang asal ketus mencoba untuk meminta pendapatku. Tapi aku lebih masa bodoh, dia lebih tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Sekali lagi aku melirik ke sudut lain. Tentu saja di sana aku menemukan Tita yang sepertinya ingin benar-benar mencapai puncak dari keinginannya. Dan benar saja, Tita langsung membuka suara dengan mantapnya. “Aku mau kok Ren..”, senyum tulus terlihat dari sudut bibirnya dan spontan membuat semua yang ada di sekitarnya yang mendengar bersorakan meneriakinya. Rendi hanya menatap bingung dan acuh, sungguh jika aku menjadi Tita akan ku tampar saja laki-laki itu.
          “Ha? Kamu?? Tidak tidak”, kata-kata itu pastilah amat menyakitkan terdengar di telinga Tita. Tapi ia tetap saja tersenyum dan aku tahu dibalik senyum itu ada luka yang timbul akibat dari kata-kata Rendi tadi.
          “Sombong kamu Ren! Tita itu tulus jawabnya.. Kamu yang sopan dikit dong sama cewek! Belum pernah kena tampar ya?”, aku ketus saja serasa aku bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Tita. Biarlah dengan pendapat orang yang mungkin menganggap ku aneh. Aku hanya peduli dengan ketulusan apalagi jika itu terpendam dan disakiti begitu saja tanpa pernah bisa dicoba untuk dimengerti.
          Ketulusan yang bertahan hingga bentang waktu yang panjang, serasa tak ada rintangan terasa meski hujan badai telah dilanda. Aku yang tak tahu pasti tapi tetap percaya pada keyakinan bahwa cinta tak mudah pergi seperti semudah ia datang menghampiri. Dan beginilah adanya kini, Tita yang ku rasa semakin tersakiti oleh ketidak pedulian Rendi yang malah asik dengan kepentingannya sendiri dan terlebih lagi dengan sengaja menyakiti Tita di depan matanya.
          Wajah bangga berusaha jelas untuk digantungkan di atas wajahnya, “Pilih Bunga atau Intan ya? Susah emang kalau jadi cowok ganteng. Susah milihnya kalau sudah kayak begini.” “Resiko orang ganteng Ren..”, sahut salah satu teman ku yang bernama Rio. Yah, dia hampir sama saja dengan Rendi, tapi ia tidak selebih Rendi yang rasanya selalu ingin ku lempar dengan sepatu.
          “Minta pendapat saya Ren? Lihat disekitarmu yang lebih tulus sama kamu”, Rendi sadar siapa orang yang ku maksud dan ia hanya mencibir tanda tak peduli.
          Semakin lama Rendi semakin sibuk dengan dua gadis baru yang sedang ia dekati dan ingin ia pacari. Hari-hari Rendi selalu dipenuhi dengan kehadiran dua gadis itu, entah selalu hadir lewat cerita yang dikumandangkan Rendi, sampai peristiwa nyata yang tertangkap mata saat Rendi sedang bersama dengan kedua gadis itu dalam tempat dan waktu yang berbeda. Sungguh dekat terlihat dan membuat siapapun yang melihatnya akan berpikir bahwa mereka memiliki hubungan special. Seperti tak ada jarak diantara keduanya, terlebih saat Rendi sedang bersama Bunga. Terlihat begitu manis sampai-sampai tak ada satu pun yang ingin mengganggu percakapan yang sedang berjalan diantara keduanya.  Perasaan suka yang tergambar jelas dari setiap ucapan dan gerak gerik dalam kebersamaan mereka, menguatkan pernyataan jelas bahwa mereka lebih dari sekedar teman. Dan akhirnya semua tahu bahwa Rendi telah memilih Bunga dan itu berarti Rendi telah memiliki seseorang dan dimiliki oleh seseorang yang tak lain adalah Bunga. Gadis tinggi semampai dengan paras menawan yang membuat hati dan perasaan siapa pun yang melihatnya merasa damai dan tak pernah bosan untuk melihatnya lebih lama. Mungkin itulah yang dirasakan Rendi hingga akhirnya ia menjatuhkan pilihaannya kepada Bunga.  
          Kebahagiaan yang selalu menemani hari Rendi dan selalu berbanding terbalik dengan keseharian Tita. Rasa sakit yang merasuk hingga menembus hati kecil yang tadinya berdinding tebal yang terbuat dari kekuatan ketulusan yang tak pernah goyah meski kepedulian tak kunjung singgah mencicipi ketulusan yang harusnya diberi. Beginilah akhir yang diberi, tanpa perlawanan Tita hanya mengalah. Mengalah dengan perasaannya bahwa ia tak bisa memenangkan apa yang selalu ingin ia menangkan. Mengalah untuk kesekian kalinya atas cobaan yang silih berganti menggoyahkan kekuatan cinta yang penuh ketulusan. Mengalah untuk bisa menang dan bangkit dari keterpurukan yang mungkin akan menemaninya dalam beberapa rentang waktu penuh keperihan. Aku percaya Tita adalah gadis kuat bahkan lebih kuat dari yang ku lihat, pastinya ia akan sanggup melalui hari-hari menuju pengobatan diri untuk segera meninggalkan perasaan lama dan merelakan apa yang telah terjadi dan menjadikan itu sebagai catatan pengalaman di lembar hidup yang telah lewat.
Cinta yang lahir dari ketulusan akan berbuah manis pada akhirnya. Tapi buah yang manis itu tak harus hadir dari berkat kumbang yang diinginkan menyerbuki bunga cinta yang telah bermekaran. Ada takdir lain yang diberi Tuhan sebagai karunia terindah yang akan terasa jauh lebih manis dan lebih indah sebagai hadiah ketulusan yang terus di jaga dan dibiarkan tumbuh dengan inginnya. Cinta yang tak akan mudah menghilang bahkan memudar seperti semudah ia hadir dikala taman jiwa yang sepi dan penuh kerinduan akan rasa kepedulian dari jiwa lain. Cinta yang bersemi hingga berbuah manis meski tanpa benih unggul yang diinginkan, pasti ada saatnya nanti buah yang jatuh akan lebih terasa manis dari yang diharapkan.
           Begitulah akhirnya Tita yang terus bangkit dan akhirnya menemukan cahaya baru dari ketulusan yang selama ini kasat mata olehnya. Bayang dari masa lalu dimana cinta itu pernah tumbuh dan setulus kasih yang selalu ia bayangkan sekejap hadir dalam waktu yang tak terduga. Kembalinya sang bintang dari masa lalu yang muncul sebagai mentari di kesendirian hati yang sedang terlukai. Wawan sang pahlawan bisa jadi menjadi labuhan ketulusan yang selama ini terpendam. Biarlah ia yang menyiakan mendapat ganjaran. Kehidupan di depan tak ada yang tertebak dan nyatanya, cinta terbalaskan oleh bintang lain yang lebih benderang dan nyata dihadapan. Cinta memang tak akan mudah menghilang seperti semudah saat ia datang.


Author : Zee

Senin, 14 Maret 2016

My Comment



Cek this


And this is my comment..

Kalo dia bilang kitab itu diubah seiring zaman, trus kenapa dia gak berpikir kalo Quran bisa juga dirubah? Dia udah hidup berapa ratus abad sih sampe bisa ngomong begitu? Seenaknya ngomong tentang keyakinan. Saya gak menghina agama ato kepercayaan yang dianut. Tapi manusianya, perkataannya, yang gak bisa mikirin orang lain itu yang saya pertanyakan. Saya gak bawa agama atau keyakinan apapun untuk memperdebatkan ini, tapi saya mau tahu seberapa kuat dan banyaknya pengetahuan orang itu

Saya jelas amat mau berdialog sma orang itu, tapi saya gak lancar bahasa inggris dan males translate. Kalo kalian yang baca ngerasa tergerak, tanyain "Kenapa Tuhan itu ada? Kenapa Tuhan menciptakan segalanya? Kenapa hanya manusia yang bisa berpikir? Kenapa banyak agama? Dan kalo emang awalnya hanya ada satu agama dan semua agama yang ada adalah hasil dari perubahan kitab awal, seberapa yakin anda tentang hal tersebut? Anda sudah hidup berapa lama? Anda sudah mengitari dunia mana saja? Apa saja yang anda tahu tentang dunia? Seberapa yakin anda dengan jawaban-jawaban anda?"

Mungkin cukup itu aja yang bisa saya sebutin. Dan sebelum dia menjawab ataupun kalian membaca ini, saya sudah punya jawaban dari semuanya.

"Kamu semua itu manusia ciptaan Tuhan, apapun yang kamu yakini maka dari situlah kamu bisa menjawabnya. Gak akan ada jawaban mutlak tentang ilmu keTuhanan karena gak ada seorang pun di dunia ini yang berjiwa murni dan bisa mendapatkan jalan langsung menuju Tuhan dan membaginya pada yang ada di bumi. Sadari keterbatasan mu dan jangan lewati batasan mu. Hargai perbedaan yang ada dan biarkan mereka yang berbeda dari mu mencari dan menulusuri jalan mereka sendiri. Cukup ingatkan mereka tentang apa yang mereka ikuti, jangan cela dan merendahkannya begitu saja. Kita semua disini karena penciptaan Maha Agung, tidak peduli apapun itu tapi masing-masing kita mempunyai keyakinan yang berbeda. Bahkan seorang atheis pun pasti berusaha menelusuri jalannya, meski itu sadar ataupun tidak. Sekali lagi biarkan mereka pada keyakinan mereka, kamu tidak akan benar-benar menjadi yang utama atau menjadi pemimpin atas jalan menuju kesempurnaan karena kita itu sama, hanya kelahiran kita yang berbeda. JANGAN MENGGANGGU KEYAKINAN LAIN".


Dan kesimpulannya,Hanya Tuhan yang memiliki jawaban mutlak atas segala pertanyaan. Bahkan ilmuan atau pun dokter gak bisa menjamin segala ilmu mereka 100% karena walaupun ketidaktepatan mereka hanya 0,1% tapi itulah kekuatan dan kemutlakan Tuhan yang akan merubah keyakinan 99,9% yang ada.

Senin, 29 Februari 2016

Drama Singkat

Versi Indonesia

Siska, Dayu, dan Fio telah berteman sejak kecil hingga sekarang. Rumah mereka berdekatan dan mereka selalu berada di kelas yang sama di sekolah. Sekarang mereka duduk di kelas 3 SMP dan ini merupakan tahun terakhir sebelum mereka beranjak ke tingkat SMA.
Siska    : “Day, kita bakal satu sekolah lagi kan?”
Dayu   : “Entahlah, tapi semoga aja.”
Tiba-tiba Fio datang dan menyelinap diantara Siska dan Dayu.
Fio       : “Kita bakal satu sekolah, satu kelas, dan tetep berangkat bareng.”
Siska terlihat lega mendengar perkataan Fio, kemudian ketiganya larut dalam pembicaraan konyol yang membuat ketiganya terlihat begitu ceria. Namun suasana yang ceria itu tiba-tiba saja berubah..
Rian     : (Rian menyodorkan bunga dan cokelat dihadapan Siska) “Sis, kamu mau jadi pacar saya?”
Siska    : “Hah?!”
Rian     : “Saya suka kamu” (sambil tersenyum tulus)
Fio dan Dayu terdiam menatap Rian yang tiba-tiba muncul entah darimana. Untuk beberapa saat suasana menjadi hening sampai Fio beranjak menarik Rian agar menjauh dari Siska.
Fio       : “Kamu pikir Siska bakal nerima kamu gitu aja kalo kamu ngasi dia bunga sama coklat?!”
Rian     : “Heh, kamu pikir kamu siapa? Bapaknya?” (Sambil tersenyum licik)
Fio ingin melayangkan pukulannya di wajah Rian, tapi tepat sebelum itu terjadi Siska menghentikannya.
Siska    : “Fio! Kamu kenapa sih?”
Fio       : “Kamu yang kenapa?! Harusnya kamu belain saya!!”
Ditengah keributan yang terjadi di kantin saat jam istirahat itu, Hery datang menghampiri Siska.
Hery    : “Ada apa Sis?”
Siska terlonjak kaget melihat kedatangan Hery.
Siska    : “E-enggak ada apa-apa kok Her” (jawab Siska terbata-bata)
Fio       : “Dia siapa sis?”
Siska terlihat kebingungan menjawab pertanyaan dari Fio, kemudian Hery menjawab pertanyaan tersebut dengan tenang.
Hery    : “Saya pacarnya Siska..”
Fio, Dayu, Rian : “APA?!”
Spontan Fio, Dayu, dan Rian terkejut mendengar pengakuan Hery dan kemudian menatap tajam pada Siska.
Hery    : “..kita sudah pacaran dari kelas 2 dan dia bilang belum bisa ngasi tau ini ke Fio dan Dayu karena dia takut kalian bakal gak setuju.”
Setelah kejadian tersebut, hubungan diantara Siska, Dayu, dan Fio menjadi renggang. Siska memilih bersama Hery, sedangkan Dayu dan Fio berada dalam suasana yang canggung.
Fio       : “Dia pikir dia siapa tiba-tiba muncul jadi pacarnya? Apa hebatnya dia dibanding saya?? Kenapa juga Siska gak sadar-sadar kalo saya suka sama dia. Dasar Hery sialan! Dia bikin kita bertiga jadi kayak gini.”
Dayu hanya bisa diam mendengarkan Fio. Gak ada satu pun yang tahu bahsa sebenarnya Dayu meyukai Fio, hanya saja Dayu telah lama sadar bahwa Fio memang meyukai Siska sejak lama. Oleh karena itu hingga saat ini dan entah sampai kapan, Dayu hanya bisa memendam perasaannya kepada Fio.


English Version

Siska, Ayu, and Fio have been friends since childhood until now. Their home is within walking distance and they always are in the same class at school. Now they sit in third grade junior high school and this is the last year before they went to the high school level.
Siska:   "Hey Day, we are will be same school again, right?"
Dayu:   "I do not know, but I hope so."
Fio come suddenly and slipped between Siska and Dayu.
Fio:      "We're going same school, same class, and keep go together."
Siska was relieved to hear the words of Fio, then they were carried away by their conversation that made all three look so cheerful. But the situation suddenly changed ..
Rian:    (Rian come and give flowers and chocolates to Siska) "Sis, you want to be my girlfriend?"
Siska:   "Huh ?!"
Rian:    "I love you" (smiling sincerely)
Fio and Dayu stared at Rian who suddenly appeared out of nowhere. For a moment the atmosphere became quiet until Rian dragged away Fio from Siska.
Fio:      "You think Siska will be your girlfriend if you give her flower and chocolate ?!"
Rian:    "Hey, you think who you are? The father? " (with a sly smile)
Fio want to cast a punch in the face Rian, but just before it happened Siska come and stop it.
Siska:   "Fio! What's wrong with you?"
Fio:      "What’s wrong with me?! You should be with me!! "
At the time of the commotion, Hery came over Siska.
Hery:   "What’s happened Sis?"
Siska was surprised upon arrival of Hery.
Siska:   "N-no, it’s okay Her" (Siska replied haltingly)
Fio:      "Who is he Sis?"
Siska looked confused to answer questions from Fio, then Hery answered questions calmly.
Hery:   "My girlfriend Siska .."
Fio, Dayu, Rian: "WHAT ?!"
Spontaneous Fio, Dayu, and Rian surprised to hear what Hery says and then glared at Siska.
Hery:   "..we are already going out since class 2 and she said to keep it to Fio and Dayu because she was afraid you would not agree."
After the incident, the relationship between Siska, Dayu, and Fio not closely again. Siska decided together with Hery, while Dayu and Fio being in an awkward situation.
Fio:      "He thinks who is he suddenly appeared  and claimed to be her girlfriend? What's so great he compared me?? Why Siska not realized if I like her. Shit! He made all three of us be like this. "
Dayu just quietly hear Fio. There is not no one knows that actually Dayu love Fio, just Dayu has long been aware that the Fio is loved Siska in long time. Therefore, until now, and who knows how long, Dayu could only bury his feelings to Fio.