Senin, 24 Oktober 2016

Entah


Tak ada kata yang bisa ku katakan dan serupa dengan itu pun isak ku tak bisa menyeruak kembali. Perih yang ditahan dan rasa yang diibunuh. Akankah itu menjadi sebuah kesalahan yang lain? Dua mata ku memang tak normal, tapi benarkah yang lainnya serupa dengan itu? Aku ingin berangkat untuk mengetahuinya, tapi aku tak bisa. Masih berjuang tuk melawan meski tak jelas apa yang ku lawan dan apa yang ku tahan. Rasanya aku ingin lenyap, dari apapun yang disebut keberadaan dan dari kapan pun saat itu ada. Menghujani bumi dengan segala bentuk emosi dan membumbungkan segala angan pada langit luas. Aku tak berpijak pada bumi maupun menggantung di angkasa. Aku hanya mengapung diantara bumi dan langit. Menatap sekeliling, merasakan angin yang berhembus, menikmati segala rasa yang ada dalam atmosfer kehidupan, menerka kejadian yang bisa terjadi bersamaan. Dengan memejamkan mata dan berfokus pada satu hal. Menahan nafas. Hembuskan. Akankah hembusan itu terjadi bersamaan pada hampir semua manusia yang ada di bumi? Ketika memikirkannya aku mulai menerka ada berapa banyak manusia yang menjadikan detik itu sebagai hembusan nafasnya yang terakhir, ada berapa banyak manusia yang berjuang hidup didetik itu, ada berapa manusia yang baru memulai menghembuskan nafasnya di dunia, ada berapa banyak manusia yang mengalami ketakutan, merasakan ketidaknyamanan, merasa di luar batasan, kebahagian, suka ria tak terhingga, dan menangis sendiri dalam hiruk pikuk kehidupan yang terus berjalan. Seakan ku bercermin pada apapun yang ada di hadapan ku, tapi pandangan ku tak ku biarkan berada disana. Begitu sulit untuk terus berpikir ketika dada ini sesak saat merasakannya. Tapi aku selalu bersyukur ketika apapun rasa yang terjadi pada ku. Aku bersyukur bisa merasakannya sehingga aku pun tahu mengapa ada orang lain di luar sana yang melakukan hal-hal tak lazim atau pun terlalu lazim karena perasaan-perasaan itu. Bunuh diri karena tak kuat menjalani hidup, membunuh saingan cinta hanya karena api cemburu, mengkonsumsi narkoba karena depresi, memakan bagian tubuhnya sendiri, membantai anggota keluarganya, dan membakar atau mengubur dirinya sendiri hidup-hidup. Waw, apa itu terdengar mengerikan? Selain itu aku tentu pernah merasakan suka cita dan cinta. Ketika seluruh dunia rasanya hanya milik ku dan dirinya sehingga kami pun bebas untuk melakukan apapun. Seakan segala yang ada pada ku akan ku berikan untuknya. Apapun yang ku bisa akan ku lakukan hanya untuknya. Setiap waktu yang ku punya hanya untuk bersamanya. Segala hal yang ku lakukan adalah atas namanya. Terlalu lazim bukan? Ya, begitulah yang ku rasakan sejauh aku hidup. Melewati masa-masa sulit dan juga indah. Pernahkah terpikir bahwa semua ini adil dan akan selalu selaras atau sebanding dengan apa yang sudah dan akan kita rasakan? Semua tergantung pada diri masing-masing. Seberapa kekuatan yang kamu punya, bagaimana kamu bersyukur, seberapa kuat kamu yakin atas segala hal yang diberikan kepada mu, serta seberapa kuat keyakinan mu akan semua itu. Aku selalu percaya apa yang ku yakini adalah hal yang akan menjadi milik ku. Tak percaya? Cobalah untuk menemukan jawaban itu sendiri.

Kini aku berada di bagian bawah roda kehidupan, tanpa siapapun yang ku rasa bisa membuat ku merasa lebih baik. Aku diam dan berusaha berpikir, tapi sepertinya aku lebih banyak menghabiskan waktu ku untuk tertidur dan membiarkan pikiran ku kosong. Setiap manusia memiliki caranya sendiri untuk mengatasi rasa sakit yang dimilikinya. Aku ingin terbaring diatas padang rumput dan menatap langit, tak peduli itu siang ataupun malam. Aku ingin menyatu dengan suasana saat itu. Ku harap aku masih memiliki waktu untuk menikmatinya. Pergi mungkin berarti sakit bagi yang ditinggalkan, tapi pergi itu juga berarti sebuah harapan bahwa akan bertemu lagi. Tak peduli pada ruang dan waktu yang akan mempertemukannya kembali. Ketika keyakinan itu kuat maka itulah yang akan terjadi. Hanya mampu berbicara melalui doa dan harapan serta keyakinan yang menguatkan mereka.


Kita akan bertemu lagi.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar