Rasa ini
berbuat semaunya dan aku adalah manusia yang siap tersiksa karena ulahnya.
Bayangan masa lalu itu ku biarkan melekat dan mengikuti ku hampir sepanjang
waktu. Ada rasa bahagia yang diikuti sayatan pedang disetiap detik bayangan itu
singgah. Aku pasrah dengan keberadaannya yang diikuti oleh ingin ku tuk
mengenang. Tak ada yang bisa ku jelaskan dan hanya air mata ini yang selalu ku
biarkan mengalir seadanya. Dari dekapan waktu yang tak diketahui siapapun serta
ruang yang mungkin tak terpikirkan, aku berusaha untuk mengeluarkan segala rasa
yang hanya bisa terwujud dalam tangis. Terkadang isak ku sulit tuk terhenti
hingga mata sembab pun tak bisa ku hindari. Mashocist
yang ku derita nampaknya memang benar adanya. Rasa ingin berlari namun
terjatuh berkali-kali. Seakan tak tahu arti dari luka dan mengerti arti untuk
diam dan berhenti. Angin yang berhembus menyibakkan rambut ku yang selalu ku
biarkan terurai. Hanya rambut ini yang selalu ku andalkan untuk menutupi rasa
malu pada rupa ku yang tak pantas. Aku menyukai mata dan tatapan yang melekat
padanya, tapi terkadang rasa benci begitu merajai ku atas mata dan tatapan ku
sendiri. Ini kian sulit ketika aku berusaha memikirkannya, mencari solusi,
ataupun menjalaninya. Terlalu rumit tuk ku pahami dan terasa berat tuk ku
hadapi sendiri. Tapi aku selalu berusaha berada pada pijakan setiap orang yang
ku kenal, bahkan berpijak pada tempat yang sama dengan mereka yang hanya dalam
terkaan. “Setiap orang mempunyai bebannya sendiri, dan mereka punya cara
masing-masing untuk menghadapinya.” Lemah yang terkadang ku banggakan dan
kemudian ku tujukan untuk mendapatkan perhatian. “Hina.” Entah siapa yang akan
tahu bahwa aku begitu membenci diriku sendiri yang begitu hina. Bahkan terlalu
banyak masa lalu yang ingin ku benahi tapi tak ada cara bagi ku untuk
menebusnya karena kehinaan yang telah ku lakukan dan hina itu seakan tak mudah
dilepaskan.
Ya, aku
merindukannya. Desah nafasnya tak bisa ku ingat lagi. Tapi keberadaannya
disekitar ku masih terasa dan begitu ingin tetap ku rasa. Berada dalam
pandangannya dan merasakan sentuhannya, mungkin itu nafsu tapi tak ada gairah
atau getaran berat yang melanda jantung ku waktu itu. Aku benar-benar meraskan
kenyamanan itu karena kelembutannya yang tulus ku rasa. Tak ada yang tahu dan
sepantasnya begitu. Dia yang tak ingin mengumbar, dan serupa dengan ku yang tak
ingin dia malu atau reputasinya yang terjatuh hanya karena ada nama ku dalam
hidupnya. Penyesalan yang tak ada akhir diikuti banyak kata tak pasti yang tak
terjelaskan. Aku ingin berteriak hingga suara ini tak terdengar. Isak ku kini
kian berat, serasa air mata ku telah mengering dan begitu sulit untuk
meneteskannya lagi. Riak ku yang berbicara sendiri. “Kamu nyiksa dirimu
sendiri.” Tanpa perlu bertanya, aku seakan tahu apa yang akan ia katakan dan
aku tahu apa yang dirasakannya. Sungguh, aku juga ingin keberadaan ku
benar-benar lenyap dalam hidup mu. Untuk saat ini aku berusaha untuk tak
mengambil serta berhenti mengambil jalan yang sama dengan mu. Adapun jalan yang
tak bisa ku tinggalkan dimana kamu juga ada disana, aku pun tak punya kuasa
atas hal tersebut. Ketahuilah bahwa pernah aku berpikir mimpi mu yang bulat itu
pernah menjadi mimpi ku yang berukuran setengah lebih. Rasanya mimpi itu kian
membesar seiring keberadaan mu. Tapi kali ini ku rasa semua sudah menguap dalam
wadah yang tak terjelaskan. Pernah ku pikir untuk memadatkannya dan mencoba
menyamakannya dengan milik mu. Tapi akhir-akhir ini aku merasa tak bisa, aku
tak bisa melihat diri ku berada pada jalan yang sama dimana kamu ada. Aku tahu
kamu begitu lelah, begitu keras berjuang untuk segala hal yang kamu inginkan,
begitu ingin menikmati hal yang kamu cintai, begitu mencintai apa yang bagi mu
adalah benar dan baik. Betapa kejinya aku yang sudah mengetahui semua itu namun
tetap berada pada cara yang dapat menyakiti mu. Sulit untuk bisa melepaskan
segalanya dan sering ingin ku untuk kembali dituntun dan dibarengi oleh hadir
mu. Terimakasih, semua tentang mu kali ini memberi ku sinyal bahwa aku
benar-benar bukanlah hal yang bisa dan pantas untuk berada dalam cerita mu. Keras
ku berharap jalan yang kita lalui bersama ini akan segera berakhir, meski
terkadang aku ingin berpikir bahwa kamu tak sebegitu membenci ku. Tapi
mengingat apa yang telah ku lakukan membuatku menampar diri untuk sadar atas
apa yang terjadi. Rasanya banyak kata yang ingin ku katakan, tapi ya
begitulah.. Kata-kata itu tak bisa terjelaskan.
Selagi ada yang bisa ku lakukan
dan ku pikir itu adalah baik untuk mu, maka akan selalu ku usahakan. Jika yang
ku lakukan salah, ku harap hal baik tetap berlaku untuk mu. Izinkan aku untuk masih
menyebut nama mu dalam tangis dan kemalangan ku. Jika waktunya tapat dan aku
sudah pantas, izinkan aku mengatakan dua kata untuk mu. “Maaf” dan
“Terimakasih”.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar