Rabu, 23 November 2016

Mengurangi C6H12O6 (Karbohidrat)

Mungkin aku mengerti mengapa mereka yang sedang bersedih dan pikirannya dipenuhi oleh kegalauan dan duka lebih sering tidak nafsu makan atau pola makannya menjadi tidak teratur. Asumsi yang ku dapatkan atas pengalaman ku sendiri adalah karena dengan mengurangi karbohidrat maka otak akan mengurangi aktivitasnya, yaitu berpikir. Dengan begitu, seseorang yang sedang bimbang, berduka, atau dirundung kegalauan akan berkurang sejenak pikirannya atas masalah yang mereka hadapi. Asumsi ini bisa jadi salah karena setiap individu memiliki pendapat yang berbeda.

Tapi, mengurangi konsumsi karbohidrat dalam jangka waktu tertentu bukanlah jaminan untuk menghilangkan perasaan sedih, duka, ataupun masalah yang sedang dihadapi. Hal ini hanyalah ungkapan atau pelampiasan emosi seseorang atas permasalahan hidup yang tengah dihadapi. Perlu di ingat bahwa pola hidup yang tidak baik seperti mengurangi karbohidrat tanpa pola yang tepat akan menimbulkan masalah baru bagi kesehatan fisik seseorang. Perlu bagi individu yang tengah mengurangi karbohidrat karena sebab alasan dirundung masalah untuk memikirkan kemungkinan munculnya masalah baru terkait tubuhnya karena pola hidup tak sehat hanya karena kesedihan oleh sebab suatu masalah.

Singkatnya, berpikirlah lebih jauh atas tindakan yang dilakukan ketika menghadapi masalah. Jangan sampai hanya karena ingin melampiaskan emosi yang tidak beraturan atau tanpa berpikir lebih lanjut mengenai masalah yang dihadapi malah menimbulkan masalah baru bagi anda.


“Setiap orang memiliki sakit dalam hidupnya, tapi mereka memiliki cara masing-masing untuk menghadapinya.”

Senin, 21 November 2016

“Bolehkah aku berbisik rindu pada angin yang mungkin melalui mu?”

Ku pandangi ruang obrolan yang sudah berulangkali ku kosongkan agar tak ada kesempatan bagi ku untuk berulang membaca isinya. Keadaan ku yang tak sekuat sebelumnya untuk tetap menunggu mu membuat ku putus asa untuk tetap menanti hadirnya sua dari mu. Ku intip sekali lagi... bahkan isyarat kau telah membacanya pun tak ada. Apa sebaiknya aku sudahi dan menuju baringan yang menjadi tempat persembunyian ku dari rindu pada mu? Rasa punggung ku kian nyeri, tapi ku tahan untuk tetap menulis ini.

Laki-laki yang saat ini selalu membuat ku ingin menutup mata, menghapus bayang masa lalu yang terus menghantui, dan meninggalkan sesal seumur hidup yang tak kan mampu lagi tuk ku tebus. Pagi ini ku temukan detik waktu yang membiarkan mata kita bertemu. Aku ingin mencurinya lagi, meski tanpa kata yang melibatkan kita dalam sebuah percakapan. Pernah sebelumnya aku merasakan arti tatapan mu yang lembut dan senyaman dulu. Bahagia tentu dan eurofia itu tak dapat ku pungkiri. Iya, berhari-hari aku merasakan eurofia atas tatapan mu itu. Mungkin saja aku salah memaknainya, tapi hati ku terlalu bahagia untuk bisa menolak apa yang mungkin diperkirakan oleh otak ku. Jiwa mu yang ku rasa ingin berada pada hadir ku. Aku tak menolak, hanya saja aku seakan tak bisa membiarkan mu ada atau menarik mu ada dalam ruang itu. Aku penuh bimbang jika itu berkaitan dengan mu. Kadang aku tak hentinya menggerutu kenapa tak hentinya bayang mu muncul dalam benak ku dan ntah apa itu (antara hati atau pikiran ku) yang berseru untuk mengusir mu. Terkadang aku membiarkan nostalgia pada masa lalu itu berjalan dan kemudian aku sadar dengan luka yang telah ku buat sendiri dan rasa takut ku yang begitu besar untuk mengakibatkan kerusakan lebih fatal yang berhubugan dengan mu. “Bunuh aku.” Mungkin itu singkat kata dan deskripsi tegas atas apa yang ku rasa kala itu. “Oh Dewa, kapan pula dia kan membalas jawab ku..” Aku masih menunggu pemberitahuan itu datang dari mu.

Lama angan ku berputar untuk teguh tak menegur mu, ntah itu sapa maya maupun nyata. Terkadang terkuras pula perasaan ini atas apa yang bisa dan tak bisa ku lakukan untuk dirimu. Rumit, adalah kata yang bisa menjelaskan ku dalam satu detik. “Tuhan, aku berharap dia selalu dalam perlindungan mu dan merasa bahagia atas dunia yang melingkupinya.”

Raga ku tak bisa menunggu lebih lama, jika tak bisa maka tak ada lagi yang bisa ku kata. Aku hanya mencoba apa yang selama beberapa waktu ini ku tahan. Mungkin jelas salah, tapi perasaan ku berkata masih ada waktu yang mengizinkan ku bersama mu. Meski jelas ku pikir itu mustahil, tapi harap itu selalu berteman dengan air mata ku. Dosa ku tentu berat dan kenangan itu akan selalu ku jaga meski itu tak pantas lagi untuk disandingkan bersama mu. Tak ada kata yang baik dan lebih baik yang bisa ku ucapkan. Dua hal yang tak hentinya hati dan bibir ku berbisik, hanya maaf dan terimakasih.

Kamis, 03 November 2016

Salah ku..

Apa yang ada pada ku rasanya tak pernah benar. Kelahiran ku dan kehadiran ku, apa hingga kematian ku nanti pun adalah sebuah kesalahan? Lalu dimanakah seharusnya keberadaan ku ini ada? Aku kalut, tak punya arah, tak punya pijakan, sandaran, dan tumpuan. Salah ku menjauh secara perlahan dari jalan yang Ia gariskan. Menjauh dari apa yang seharusnya ku lakukan. Salah ku menghilangkan jati diri ku, memudarkannya secara perlahan hingga disaat aku seharusnya bisa betindak, aku tak punya keberanian, tak punya alasan, bahkan tujuan dari apapun yang harusnya aku bisa. Aku salah, benar-benar salah dan yang tersisa hanya penyesalan. Penyesalan yang takkan merubah apapun, penyesalan yang takkan ada gunanya jika hanya terus berdiam dalam lingkaran ketakutan. Dalam tawa yang mereka lihat atau lazimnya sikap ku yang mereka rasa, aku bukan lah apa-apa. Aku penipu, pemanipulasi, pembohong, terhina. Tak ada ruang dan tempat yang bisa menerima keberadaan ku. Sungguh aku ingin pergi. Sungguh, aku benar-benar ingin pergi.

Belum lama, bahkan terlalu sering hingga sekarang terasa puncaknya. Dia, laki-laki yang pernah memberikan ku kepercayaannya yang berharga. Kepercayaan bak intan yang tak ternilai harganya di jagad manapun. Aku dengan ego manusia ku yang dia dan aku benci juga, adalah penyebab utama dari kehancuran ini. Tak ada yang bisa aku pikirkan, ku jelaskan, ku katakan, dan ku rasakan. Sesal ini begitu menyiksa ku hingga aku benar-benar ingin pergi. Meski tak ada tujuan yang ku persiapkan, aku hanya ingin pergi jauh darinya bahkan bisa lenyap dalam kehidupannya baik itu di masa lalu, saat ini, dan nanti. Aku pernah memohon kepada Tuhan untuk memberikan keberuntungan ku. Sekarang aku berpikir perlahan keberuntungan ku mulai lenyap, tapi setelah ku pikir lagi, ini adalah karma dari perbuatan ku yang tak bisa merasakan sakit dari orang lain atas perbuatan ku. Memahami apa yang ada, mungkin sekarang saatnya aku kembali pada jalan yang seharusnya. Rasanya berat ketika ingin melangkah, tapi aku tahu kemana tepatnya aku harus berjalan.

Perasaan ini lebih dari sekedar kalut, mengambang, bak asap yang hanya membumbung mengikuti arah angin, lenyap tanpa diketahui tapi terasa sakitnya dalam paru. Aku hanya berusaha menepis semua kegalauan ini. Terkadang aku ingin meneteskan air mata, tapi sakit di dada ini membuat air mata itu begitu sulit dikeluarkan. Aku tak bisa membahasakannya dengan kata-kata. Perasaan sesal yang tiada tara, dada yang sakit seperti tertindih beban berat, air mata yang bagaikan luka tersumbat yang menyiksa. Tak ada yang bisa ku katakan lagi. Ku pikir mungkin dengan menulis ini perasaan ku bisa cukup tenang. Untuk beberapa hari ke depan aku ada ujian di kampus, jadi aku berusaha keras untuk bisa membuat pikiran ku fokus. Ujian tadi sudah ku lewati dengan benar-benar bodoh. Esok tak boleh lagi, tak boleh, dan benar-benar tak boleh.

Aku ingin menemui guru ku dan teman ku, yang pernah begitu menyayangi ku dan membanggakan ku. Harap besar ku, aku masih diterima, dimaafkan, dan tidak diacuhkan. Memulai memang selalu membuat ku takut. Tapi aku terlalu kesal untuk tidak mencobanya sama sekali. Demi orang yang ku sayang, demi orang yang ku cinta, dan demi mereka yang pernah dan masih menyayangi dan mencintai ku bahkan tanpa ku keteahui, ku harap esok adalah awal langkah ku untuk membalas semua kebaikan kalian. Ku harap esok adalah langkah yang membuat ku kemabali menjadi baik dan membawa ku ke arah yang lebih baik lagi. 
Aku tak menginginkan piala atau penghargaan atas perbuatan ku, aku hanya ingin terus bersama mereka yang ku sayangi dan bisa membalas perlakuan mereka yang menyayangiku. Mungkin aku hanya bisa berkata-kata, tapi setelah ini aku akan berusaha lebih keras lagi untuk tidak sekedar kata-kata. 

“Ren, andai kamu membaca ini.. aku menyesal tapi merasa tak pantas untuk meminta maaf. Aku bukan orang baik, apalagi ketika dirundung masalah yang bertubi seperti ini. Kamu tahu bahwa aku pernah berlari? Hingga sekarang aku masih berlari dari semua masalah itu. Aku ingin menangis tapi tak bisa. 
Ren, aku benar-benar menyesal. Aku harap kamu baik-baik saja dan tetap merasakan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup mu.”