“Aku
cuma bisa dapat 8”
Ren
mengawasi ku dari jauh, “itu sudah lebih dari cukup”
Di
tepi pantai yang selalu kami kunjungi, merasakan hembusan angin dan menikmati
desiran ombak adalah kebiasaan kami. Namun cukup berbeda untuk kali ini. Kami mengumpulkan
kerang yang memiliki corak warna biru dan meninggalkan jejak jantung bila
dihempaskan ke pasir. Apa itu hal yang aneh? Mungkin tidak untuk kami.
“Kamu
gak kepanasan?”, Ren menghampiri ku dan membentuk bayangan yang menjatuhi ku.
“Mm,
lumayan”
Untuk
beberapa saat aku merasa kehilangan massa badan ku. Tanpa bisa memikirkan apa
yang terjadi, aku terhuyung di atas pasir pantai yang terpapar sinar terik matahari.
Ren
sedikit lambat menyadari keadaan ku hingga aku pun terjatuh pingsan. Dengan sigap
setelah mendapati kesadarannya, Ren pun menggendongku dan membawa ku tempat
yang sejuk dibawah pohon.
“Seharusnya kamu
gak maksain diri kalo emang gak kuat”
Dari sisa
kesadaran yang ada aku dapat merasakan desah nafas Ren yang begitu berat
setelah menggendongku. Dalam hati aku hanya bisa berbisik maaf untuk Ren dan
semoga dia akan baik-baik saja. Tanpa memikirkan keadaan ku kala itu, aku lebih
memikirkan keadaan Ren setelah menggendong ku. Bukan maksud ku untuk menilai
Ren sebagai laki-laki yang lemah hanya karena menggendong ku. Tapi, keadaan Ren
saaat itu tidak memungkinkan dia untuk bekerja berat, seperti menggendongku
misalnya.
Dalam keadaan
terbaring aku berusaha untuk mengatur nafas ku. Aku ingin memastikan keadaan
Ren dan tak ingin membuatnya khawatir. Saat aku berusaha untuk mengembalikan
keadaan ku, aku merasakan sentuhan Ren diseluruh wajah ku. Ren mengusapi
seluruh wajah ku yang berkeringat dan menyingkirkan helaian rambut ku yang
lengket. Aku ingin melihat tatapan Ren, tapi rasanya aku sendiri belum bisa
membuka mata ku. Tangan Ren membenahi baju ku yang berantakan karena terjatuh
tadi. Itu kali pertama aku merasakan sentuhan orang lain selain keluarga ku,
yang begitu lembut merawat ku. Aku benar-benar merasa nyaman dan tidak
keberatan jika itu adalah Ren.
Berbaring diatas
pangkuan Ren, terlihat seperti aku yang manja pada laki-laki yang harusnya bisa
ku manjakan. Aku begitu lemah dan bodoh untuk bersikap yang seharusnya pada
laki-laki. Tapi lebih dari itu aku merasakan tanggung jawab Ren atas diri ku,
yang ingin menjaga ku dan menyangi ku seperti yang ia bisa. Apalagi yang lebih
baik dari itu ketika yang dibicarakan adalah tentang keberadaan laki-laki dan
perempuan di dunia fana ini?
Ren, seharusnya aku berterimakasih untuk itu
kan?
Kesejukan senja
mulai menghampiri dan jingga pun mulai bermunculan dari persembunyiaannya.
Hangat yang sejuk, indah dan ingin dikenang. Mungkin itulah yang aku rasakan
kala itu ketika aku sudah mendapatkan kendali atas diri ku sendiri.
“Gak apa-apa
cuma 8?”, aku dan Ren duduk bersebelahan menatap langit jingga di atas berugak
beratap ilalang yang ada di tepi pantai.
“Iya, malah
seharusnya kamu gak perlu ngelakuin itu.”
Ren menatap
kudengan tatapan yang tak bisa ku definisikan. Tatapan Ren kala itu begitu
berbeda dari yang biasanya ia tunjukkan untuk ku. Hati ku tiba-tiba terasa
membeku, seakan ditahan benda berat dan dada ku menjadi begitu sesak.
Ren berdiri
dihadapan ku ketika aku mulai berdiri, “Kita pulang.”
“Mm”
Tanpa sadar aku
merasakan suhu badan Ren, merasakan dekapannya dan mendengarkan detak
jantungnya. Mata ku terpejam hanyut dalam hangatnya pelukan Ren. Tak ada yang
bisa ku pikirkan ataupun ingin ku lakukan. Dalam pelukan Ren aku terdiam,
menikmati aroma tubuh yang sudah membuat ku terbiasa, mendengarkan irama detak
jantung yang tak pernah ku dengar sebelumnya, merasakan kesejukan alam yang
menyelinap diantara pelukan Ren yang hangat, merasakan tatapan langit yang
tajam atas keberadaan kami dibawah kolongnya. Aku bahagia.. aku bahagia.. aku
bahagia... Aku bersyukur atas segala hal yang telah membiarkan ku merasakan
ini, bersyukur atas keberuntungan yang diberikan kepada ku, bersyukur atas
kehadiran Ren dalam hidup ku, bersyukur menjadi aku yang seperti ini.
Ren, seharusnya aku bisa mengucapkan
terimakasih secara langsung untuk mu dengan benar kan?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar