Punya teman cowok yang over PD (percaya diri), siapa lagi kalau
bukan Rendi. Emang sih postur badan oke, otak lumayan lah, asik, seru, walaupun
kadang nge-krik sendiri. Tapi namanya manusia pasti
ada saja kurangnya dan biarlah itu menjadi titik hitam yang tak perlu di ungkap
secara gamblang. Rendi, yang mungkin banyak buat cewek mencoba untuk mengenal
dia lebih jauh ternyata bisa juga kurang peka dengan sekitarnya. Tidak usah
terlalu jauh memandang, lihat saja yang ada di sekitar. Senyum tulus tanpa rasa
terpaksa yang senantiasa memperlihatkan wajah riang gembira meski di cela.
Gadis imut yang selalu menampakkan wajah tak ada masalah, wajah yang selalu
membiarkan senyum bahagia muncul secara alamiah seakan membuat orang yang
memandangnya menilai bahwa ia adalah gadis periang yang di utus Tuhan untuk
membagi kebahagian yang ia punya kepada semua orang yang ada disekitarnya.
Tulus dan penyabar meski kadang ingin menentang tapi itulah Tita yang ku kenal,
gadis tanpa masalah yang selalu ceria.
“Aku gagah kan..”, pernyataan over PD dari siapa lagi kalau
bukan Rendi. Aku yang mendengar hanya tersenyum sinis ke arahnya seolah
mengatakan bahwa aku amat tidak setuju. Tapi selepas dari itu secepat kilat aku
bisa melihat seseorang yang ada di sudut keramaian memperhatikan Rendi dengan
mata berbinar. Senyum tulus, itulah yang aku lihat dan aku tau alasannya.
Cinta yang dipendam dan mungkin akan usang jika tak tertuang. Tapi bagaimana
bisa terungkap jika pertanda adanya perasaan yang sama diantara dua insan
belumlah menampak. Apa yang ada bisa saja tak terlihat, tapi mereka yang
terlalu peduli akan selalu bisa melihat apa yang tak kasat menjadi amat jelas
di depan mata.
Gadis yang tulus, yang senantiasa membantu segala kesusahan yang dialami dan
dihadapi Rendi. Gadis yang tak pernah menyerah memberi pertanda bahwa ia cinta,
ia peduli, dan betapa ia ingin memiliki dan dimiliki oleh dia yang tak henti ada
dalam penglihatannya. Rendi yang terlalu percaya diri dan terlalu tidak
peduli, masa bodoh dengan yang terjadi, asal ia tak rugi maka tak akan ada
masalah baginya. Ketulusan yang diberi tak kunjung memberi arti hingga akhirnya
kesakitan mulai merajai sisi gelap yang mulai hadir atas kesabaran yang terlalu
meninggi dan tak membuahkan hasil.
“Siapa ya yang mau jadi pacar aku? Bosen jadi jomblo”, nada merintih yang di
buat-buat itu terlihat jelas dari mimik wajahnya. Rendi yang asal ketus mencoba
untuk meminta pendapatku. Tapi aku lebih masa bodoh, dia lebih tahu apa yang
terbaik untuk dirinya sendiri. Sekali lagi aku melirik ke sudut lain. Tentu
saja di sana aku menemukan Tita yang sepertinya ingin benar-benar mencapai
puncak dari keinginannya. Dan benar saja, Tita langsung membuka suara dengan
mantapnya. “Aku mau kok Ren..”, senyum tulus terlihat dari sudut bibirnya dan
spontan membuat semua yang ada di sekitarnya yang mendengar bersorakan
meneriakinya. Rendi hanya menatap bingung dan acuh, sungguh jika aku menjadi
Tita akan ku tampar saja laki-laki itu.
“Ha? Kamu?? Tidak tidak”, kata-kata itu pastilah amat menyakitkan terdengar di
telinga Tita. Tapi ia tetap saja tersenyum dan aku tahu dibalik senyum itu ada
luka yang timbul akibat dari kata-kata Rendi tadi.
“Sombong kamu Ren! Tita itu tulus jawabnya.. Kamu yang sopan dikit dong sama
cewek! Belum pernah kena tampar ya?”, aku ketus saja serasa aku bisa merasakan
apa yang dirasakan oleh Tita. Biarlah dengan pendapat orang yang mungkin
menganggap ku aneh. Aku hanya peduli dengan ketulusan apalagi jika itu
terpendam dan disakiti begitu saja tanpa pernah bisa dicoba untuk dimengerti.
Ketulusan yang bertahan hingga bentang waktu yang panjang, serasa tak ada
rintangan terasa meski hujan badai telah dilanda. Aku yang tak tahu pasti tapi
tetap percaya pada keyakinan bahwa cinta tak mudah pergi seperti semudah ia
datang menghampiri. Dan beginilah adanya kini, Tita yang ku rasa semakin
tersakiti oleh ketidak pedulian Rendi yang malah asik dengan kepentingannya
sendiri dan terlebih lagi dengan sengaja menyakiti Tita di depan matanya.
Wajah bangga berusaha jelas untuk digantungkan di atas wajahnya, “Pilih Bunga
atau Intan ya? Susah emang kalau jadi cowok ganteng. Susah milihnya kalau sudah
kayak begini.” “Resiko orang ganteng Ren..”, sahut salah satu teman ku yang
bernama Rio. Yah, dia hampir sama saja dengan Rendi, tapi ia tidak selebih
Rendi yang rasanya selalu ingin ku lempar dengan sepatu.
“Minta pendapat saya Ren? Lihat disekitarmu yang lebih tulus sama kamu”, Rendi
sadar siapa orang yang ku maksud dan ia hanya mencibir tanda tak peduli.
Semakin lama Rendi semakin sibuk dengan dua gadis baru yang sedang ia dekati
dan ingin ia pacari. Hari-hari Rendi selalu dipenuhi dengan kehadiran dua gadis
itu, entah selalu hadir lewat cerita yang dikumandangkan Rendi, sampai
peristiwa nyata yang tertangkap mata saat Rendi sedang bersama dengan kedua
gadis itu dalam tempat dan waktu yang berbeda. Sungguh dekat terlihat dan
membuat siapapun yang melihatnya akan berpikir bahwa mereka memiliki hubungan
special. Seperti tak ada jarak diantara keduanya, terlebih saat Rendi sedang
bersama Bunga. Terlihat begitu manis sampai-sampai tak ada satu pun yang ingin
mengganggu percakapan yang sedang berjalan diantara keduanya. Perasaan
suka yang tergambar jelas dari setiap ucapan dan gerak gerik dalam kebersamaan
mereka, menguatkan pernyataan jelas bahwa mereka lebih dari sekedar teman. Dan
akhirnya semua tahu bahwa Rendi telah memilih Bunga dan itu berarti Rendi telah
memiliki seseorang dan dimiliki oleh seseorang yang tak lain adalah Bunga.
Gadis tinggi semampai dengan paras menawan yang membuat hati dan perasaan siapa
pun yang melihatnya merasa damai dan tak pernah bosan untuk melihatnya lebih
lama. Mungkin itulah yang dirasakan Rendi hingga akhirnya ia menjatuhkan
pilihaannya kepada Bunga.
Kebahagiaan yang selalu menemani hari Rendi dan selalu berbanding terbalik
dengan keseharian Tita. Rasa sakit yang merasuk hingga menembus hati kecil yang
tadinya berdinding tebal yang terbuat dari kekuatan ketulusan yang tak pernah
goyah meski kepedulian tak kunjung singgah mencicipi ketulusan yang harusnya
diberi. Beginilah akhir yang diberi, tanpa perlawanan Tita hanya mengalah. Mengalah
dengan perasaannya bahwa ia tak bisa memenangkan apa yang selalu ingin ia
menangkan. Mengalah untuk kesekian kalinya atas cobaan yang silih berganti
menggoyahkan kekuatan cinta yang penuh ketulusan. Mengalah untuk bisa menang
dan bangkit dari keterpurukan yang mungkin akan menemaninya dalam beberapa
rentang waktu penuh keperihan. Aku percaya Tita adalah gadis kuat bahkan lebih
kuat dari yang ku lihat, pastinya ia akan sanggup melalui hari-hari menuju
pengobatan diri untuk segera meninggalkan perasaan lama dan merelakan apa yang
telah terjadi dan menjadikan itu sebagai catatan pengalaman di lembar hidup
yang telah lewat.
Cinta yang lahir dari
ketulusan akan berbuah manis pada akhirnya. Tapi buah yang manis itu tak harus
hadir dari berkat kumbang yang diinginkan menyerbuki bunga cinta yang telah
bermekaran. Ada takdir lain yang diberi Tuhan sebagai karunia terindah yang
akan terasa jauh lebih manis dan lebih indah sebagai hadiah ketulusan yang
terus di jaga dan dibiarkan tumbuh dengan inginnya. Cinta yang tak akan mudah
menghilang bahkan memudar seperti semudah ia hadir dikala taman jiwa yang sepi
dan penuh kerinduan akan rasa kepedulian dari jiwa lain. Cinta yang bersemi
hingga berbuah manis meski tanpa benih unggul yang diinginkan, pasti ada
saatnya nanti buah yang jatuh akan lebih terasa manis dari yang diharapkan.
Begitulah akhirnya Tita yang terus bangkit dan akhirnya menemukan cahaya
baru dari ketulusan yang selama ini kasat mata olehnya. Bayang dari masa lalu
dimana cinta itu pernah tumbuh dan setulus kasih yang selalu ia bayangkan
sekejap hadir dalam waktu yang tak terduga. Kembalinya sang bintang dari masa
lalu yang muncul sebagai mentari di kesendirian hati yang sedang terlukai.
Wawan sang pahlawan bisa jadi menjadi labuhan ketulusan yang selama ini
terpendam. Biarlah ia yang menyiakan mendapat ganjaran. Kehidupan di depan tak
ada yang tertebak dan nyatanya, cinta terbalaskan oleh bintang lain yang lebih
benderang dan nyata dihadapan. Cinta memang tak akan mudah menghilang seperti
semudah saat ia datang.
Author : 初Zee